Yoh. 14:1-14
Pdt. J. Putratama Kamuri
Ini adalah bagian firman Tuhan yang menurut Saya menarik, karena jika kita melihat dari ayat 1 -14 paling tidak ada dua pertanyaan. Setiap kali Yesus mengajar kemudian muncu. l pertanyaan. Kali ini di dalam teks yang kita baca muncul dari dua murid, yaitu Tomas dan Filipus. Filipus adalah murid yang paling awal mengikuti Yesus Kristus (Yoh. 1). Sebenarnya orang ini mirip dengan Tomas karena sangat kritis dan penuh dengan perhitungan yang sangat rasional. Oleh sebab itu kita akan menemukan bahwa Filipus adalah tipikal murid yang tidak mudah percaya, sama seperti Tomas. Orang Israel menantikan Mesias dan ketika Natanael mengatakan bahwa ia telah berjumpa dengan Mesias dari Nazaret, Filipus adalah orang yang mengatakan mana mungkin yang baik datang dari Nazaret. Dia tidak segera percaya. Dalam tradisi orang Israel, Nazaret adalah kota yang tidak signifikan. Yesus pernah ‘menguji’ iman Filipus dalam kasus lima roti dan dua ikan. Berdasarkan kalkulasi rasionalnya, Filipus mengatakan bahwa upah kerja selama setahun lebih pun tidak akan cukup untuk memberi makan orang-orang yang datang itu. Bukan hanya rasional, Filipus juga berani berbicara apa adanya seperti Tomas. Dia adalah orang yang tulus. Ketika dia berbicara seperti ini, kita tidak dapat melihat Filipus semata- mata negatif karena Yesus Kristus sendiri berkata bahwa Filipus adalah Israel sejati. Dia adalah orang yang tulus dan apa adanya. Terkadang orang-orang berpikir bahwa orang yang berpikir secara rasional adalah orang-orang yang tidak beriman. Tetapi kita bisa melihat bahwa orang yang sedemikian ketika pertama kali berjumpa dengan Yesus, Yesus langsung berkata bahwa dia adalah orang yang tulus, Israel sejati. Maka bagi Saya tidak salah jika kita menggunakan akal budi kita untuk mencoba memahami segala sesuatu di dalam dunia ini, termasuk ketika kita berjuang untuk mengenal Allah dan mencintai Dia dengan akal budi kita karena memang Kristus memerintahkannya. Tetapi jika kita ingin mengasihi dan mencintai Tuhan dengan akal budi, hal itu menuntut kita untuk menundukkan akal budi kita kepada Allah dan firman-Nya. Di sinilah kegagalan Filipus. Filipus menggunakan akal budinya, namun ada waktu- waktu di mana orang yang tulus, orang yang berani, dan rasional ini gagal menundukkan rasionya kepada Allah.
Orang Kristen seharusnya adalah orang-orang yang cukup rasional, orang-orang yang cukup mau menggunakan akal budinya untuk mengenal Allahnya. Karena yang namanya pengenalan dan pengertian tidak mungkin terjadi tanpa akal budi. Inilah Israel sejati. Inilah Kristen yang sejati. Mereka mengenal Allah menggunakan akal budi yang memang Allah ciptakan untuk mengerti kebenaran. Allah adalah kebenaran, maka kita mengenal Dia melibatkan akal budi. Dengan mengenal Allah barulah muncul cinta di dalam hati kita kepada Allah. Filipus memiliki modal itu, tetapi sayangnya dia gagal untuk menundukkan rasio kepada firman. Oleh sebab itu Yesus berkata, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?” Seharusnya Filipus percaya dan menundukan rasio dan akal budinya kepada apa yang akan Yesus katakan. Tetapi mari kita mulai melihat apa yang didiskusikan. Filipus berkata kepada Yesus, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” (ay. 8). Pertanyaan Tomas adalah “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” dan Yesus menjawab dengan kalimat, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku…” Filipus sedikit masuk lebih dalam. Dia ingin Yesus bukan hanya menunjukkan jalan, tetapi menunjukkan Bapa. Ini lebih penting bagi Filipus. Terlihat sebuah pernyataan yang tempramental, tetapi mari kita melihat apa yang sebenarnya diminta oleh Filipus. Yang diminta oleh Filipus adalah yang kita kenal di dalam PL sebagai Teofani. Yang Filipus minta adalah penyataan diri Allah secara langsung. Bagi saya ini adalah sebuah pernyataan keinginan dan pencarian yang begitu serius. Kita tidak dapat menganggap remeh pertanyaan ini karena Filipus langsung berbicara mengenai tujuan itu. Bagi saya ini adalah ciri dari kerinduan umat Allah yang suci, yang mencintai Allah. Oleh sebab itu Paulus berkata dia tidak sabar lagi agar kemah yang lama dibongkar. Hal ini berbicara mengenai tubuhnya. Tubuhnya yang lama dibongkar agar dia dapat berjumpa muka dengan muka dengan Allah. Di dalam Kel. 33:18, Musa meminta hal yang sama. Bagi saya ini adalah afeksi yang sama dengan orang-orang suci PL dan PB. Permintaan ini mengekspresikan afeksi dan emosi yang sama dengan raksasa-raksasa iman di dalam Ibrani 19. Kita tidak dapat melihatnya semata-mata negatif. Bagi Filipus dan orang-orang suci PL dan PB tidak ada yang lebih penting dan lebih berharga dari pengalaman, kebaikan, dan sukacita di dalam pengenalan yang benar terhadap Allah da persekutuan dengan Dia. Sukacita inilah yang tidak ingin Yesus hilangkan ketika Dia berdoa di taman Getsemani. Yang ditakutkan oleh Yesus bukanlah penderitaan fisik, tetapi yang menjadi teror bagi Kristus adalah keterpisahan dengan Bapa di atas bukit Golgota. Inilah yang tidak diinginkan oleh Yesus Kristus dan persekutuan itu sekarang diinginkan juga dengan Filipus. Bagi saya ini adalah sebuah permintaan yang sangat berharga. Seharusnya ini juga adalah permintaan kita. Tetapi juga pada saat yang sama tidak semua keinginan yang baik otomatis didengar Tuhan. Ada waktu untuk Tuhan menjawab permintaan dan keinginan baik kita. Bisa saja keinginan baik kita itu justru Tuhan kerjakan kepada orang lain. Keinginan Yesus itu baik, Dia tidak ingin berpisah dari Bapa, keinginan apa lagi yang lebih suci dari hal ini? Ini adalah sebuah keinginan yang suci dan adalah permintaan yang seharusnya. Tetapi Bapa menolak hal itu. Demikian juga permintaan Filipus. Tidak ada situasi yang lebih menyenangkan dan lebih besar dari perjumpaan dengan Bapa. Tetapi jawaban Yesus semacam memberikan penundaan terhadap Filipus. Yesus berkata bahwa sebelum kedatangan- Nya yang kedua Filipus tidak akan bisa berjumpa dengan Bapa. Jika Filipus ingin berjumpa dengan Bapa, maka ia dapat berjumpa melalui Yesus. Apa yang dimaksudkan oleh Yesus Kristus melalui jawaban ini?
Pertama, Yesus ingin mengatakan bahwa sebelum waktunya, sebelum kedatangan-Nya yang kedua tidak ada orang – termasuk Filipus – yang bisa melihat Bapa. Jika suatu saat kita berjumpa dengan Bapa, hal itu akan terjadi setelah Yesus datang kembali dan membawa kita ke rumah Bapa. Di situlah kita berjumpa dengan Bapa yang tidak terlihat dan yang mulia itu. Tidak ada orang-orang besar di dalam PL yang dapat berjumpa dengan Allah yang mulia dan yang tidak kelihatan itu. Jika nabi dan rasul tidak bisa, jika orang-orang suci PL dan PB tidak dapat melihat Allah yang mulia yang tidak kelihatan itu, maka saya percaya kesaksian yang mengatakan bahwa banyak orang hari ini berjumpa dengan Allah adalah sebuah kebohongan. Bagaimana kita sementara bersaksi mengenai sebuah pengalaman yang memang diinginkan oleh semua orang percaya PL dan PB, namun mereka tidak dapat mendapatkannya?
Yesus berkata bahwa perjumpaan dengan Bapa adalah perjumpaan yang terjadi di akhir zaman ketika Yesus datang untuk yang kedua kalinya. Permintaan Filipus akan terjadi hari itu atau pada saat Filipus mengalami kematian. Memang ini adalah sukacita besar. Yesus sendiri mati. Yesus juga berkata bahwa Ia adalah jalan. Jalan itu adalah jalan yang dibuat melalui kematian, kebangkitan, dan kenaikan ke surga untuk berjumpa dengan Bapa. Tidak ada harta yang lebih berharga dari pada pribadi Bapa. Kita akan mandapatkannya pada saat Yesus datang yang kedua kali, atau kita akan mendapatkannya pada saat kita mengalami kematian. Itu adalah perjumpaan muka dengan muka dengan Allah. Tetapi jika kita masih hidup, bahkan nabi dan rasul tidak dapat melihat Bapa (Bd. Kel. 33:18-23).
Di dalam konteks kehidupan Israel hari itu, Bapa selalu menampakkan diri di dalam rupa tertentu. Dia tidak pernah menampakkan diri di dalam rupa- Nya secara ontologis sebagai diri-Nya karena siapapun yang melihat Dia pasti akan mati. Maka jika Filipus ingin bertemu Bapa, Yesus berkata belum waktunya ia untuk mati. Tetapi jika ia ingin hidup dan berjumpa dengan Allah, jalannya adalah melalui Yesus.
Yesus ada di dalam Bapa dan Bapa ada di dalam Yesus. Artinya, tanpa Kristus kita tidak pernah bisa berjumpa dengan Bapa. Tanpa Kristus kita tidak akan mengenal Bapa dan berjumpa dengan Bapa di akhir zaman. Tanpa Kristus, hari ini kita tidak bisa mengenal dan bersekutu dengan Allah kecuali kita mendapatkan pengenalan dan persekutuan itu di dalam Kristus. Oleh sebab itu Yesus berkata “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?” Hal ini bukan berbicara mengenai berapa lama Filipus bersama- sama dengan Yesus, tetapi yang dipersoalkan oleh Yesus adalah selama waktu yang panjang, waktu dia bersama-sama dengan Kristus, waktu dia mendengar pengajaran tentang Kristus dan melihat apa yang Yesus lakukan, selama ± 3.5 tahun mereka bersama-sama, seharusnya kebersamaan itu cukup bagi Filipus untuk mengenal Yesus dan dengan demikian itu cukup bagi dia untuk mengenal Bapa dan menjadi percaya. Yesus berbicara mengenai kecukupan kata-kata-Nya dan karya-karya-Nya yang sesuai dengan catatan seluruh firman di dalam PL dan PB sehingga cukup bagi murid-murid yang bersama dengan dia untuk percaya kepada Yesus Kristus. Tetapi mereka tidak percaya dan oleh sebab itu Yesus mengecam mereka. Istilah “kamu” mengacu kepada semua murid. Seharusnya dengan semua pengalaman yang telah mereka lewati bersama Yesus yang sesuai dengan catatan PL ini mereka mengenal Yesus sebagaimana seharusnya. Tetapi Filipus dan murid yang lain tidak mengenal Yesus.
Berapa lama kita sudah menjadi Kristen? Berapa banyak firman yang kita dengar? Berapa banyak cerita-cerita PB dan kesaksian mengenai Kristus di dalam PL dan PB yang sampai hari ini kita dengar? Apakah kita percaya kepada Tuhan melalui hal ini? Apakah itu tidak cukup bagi kita untuk percaya? Banyak orang Kristen menunggu supaya mujizat terjadi, barulah mereka mau percaya. Tetapi kita memperlakukan diri kita sebagai orang Kristen yang bodoh secara rasional, bebal secara emosional, dan degil hati. Jika kita menunggu terjadi mujizat baru kita percaya, maka ini adalah ciri iman yang dangkal. Semua yang Yesus katakan dan semua yang Ia kerjakan untuk mengonfirmasi apa yang Dia katakan tercatat di dalam PB. Maka PL dan PB adalah kesaksian terkuat bagi kita untuk percaya. Tetapi jika kita tidak percaya kepada perkataan Yesus Kristus, iman kita terlalu rapuh. Bergantung kepada mujizat adalah iman yang rapuh karena mujizat dapat ditiru oleh siapapun termasuk iblis. Tetapi ada satu yang tidak dapat ditiru oleh iblis, yaitu firman Allah yang hidup. Jika kita membangun iman kita di atas fondasi, yaitu firman yang keluar dari mulut Allah, yang dikonfirmasi oleh Allah melalui karya-Nya, maka kita akan memiliki fondasi iman yang paling kokoh. Ini adalah panggilan kita untuk berespons.
Yesus berkata jika seandainya Filipus memerhatikan dengan baik apa yang Ia katakan, yang Ia lakukan, dan Filipus percaya kepada-Nya, maka sesungguhnya barang siapa yang telah melihat Yesus, ia telah melihat Bapa. Bagi Saya kalimat ini monumental hari itu. Tidak ada jalan lain untuk melihat Bapa kecuali melalui Yesus karena Bapa di dalam Dia dan Dia di dalam Bapa. Ini adalah kesatuan yang utuh dan komplit. Yesus dan Bapa adalah pribadi yang berbeda tetapi dua pribadi ini adalah satu. Sehingga Bapa yang mulia, yang tidak terlihat itu selalu menyatakan diri dan menyatakan kemuliaan-Nya di dalam Anak. Maka Yesus berkata tidak mungkin melihat dan berjumpa dengan Bapa jika tidak melalui diri-Nya. “Bapa di dalam Aku” berarti Bapa berkata-kata, Bapa berfirman, Bapa berkarya dan bertindak di dalam dunia ini melalui Yesus.
Pdt. Stephen Tong berkata bahwa ketika Bapa merencanakan penciptaan, kemudian dikatakan Dia berfirman. Waktu Dia berfirman, Allah Anaklah yang keluar lalu menjadikan semua sesuai dengan apa yang di dalam rancangan pikiran Bapa. Barulah Roh Kudus hadir untuk menopang segala sesuatu yang telah diciptakan oleh Allah. Waktu Bapa merencanakan penciptaan dan penyelamatan di dalam kekekalan, pada saat sejarah terjadi, Yesus Kristuslah yang masuk dan menjadikan semua yang direncanakan oleh Bapa itu. Maka Bapa berkata- kata dan bertindak melalui Kristus. Maka Yesus berkata, “Bapa di dalam Aku”, tetapi kemudian Yesus juga berkata “Aku di dalam Bapa.” Artinya kata-kata Yesus dan perbuatan-perbuatan-Nya tidak mungkin tidak berasal dari Bapa. Semua yang Dia katakan dan lakukan berasal dari Bapa. Itulah mengapa Dia mengatakan “Kenal Aku maka Engkau mengenal Bapa.” Berarti jika kita ingin mengenal Kristus yang sejati, maka perhatikanlah apa yang diucapkan oleh Kristus yang tercatat hari ini bagi kita. Perhatikanlah karunia-Nya sebagaimana yang diberitakan oleh Alkitab bagi kita.
Dasar terkuat bagi orang Kristen untuk percaya kepada Kristus adalah ajaran dan kata-kata Kristus itu sendiri yang terkonfirmasi lewat perbuatan- perbuatann-Nya. Hal itu cukup untuk membuktikan bahwa Dia bukan hanya guru. Hal itu cukup untuk membuktikan kepada kita bahwa Dia bukan hanya sekedar Mesias. Hal itu cukup bagi kita untuk melihat bahwa Dia bukan hanya sekedar pembuat mujizat. Hal itu cukup bagi kita untuk melihat dan percaya bahwa Dia adalah Tuhan. Oleh sebab itu Dia mengatakan bahwa apa yang Dia katakan berasal dari Bapa. Dia mengulangnya terus- menerus untuk memberi petunjuk kepada kita bahwa apa yang Dia katakan, apa yang Dia pikirkan, apa yang Dia katakan, dan apa yang Dia kerjakan persis sama seperti apa yang Bapa pikirkan, katakan dan perbuat. Mereka pribadi yang berbeda tetapi memiliki satu kehendak.
Orang Kristen sering terjebak dengan istilah “satu kehendak” seolah-olah Bapa, Anak, dan Roh Kudus hanya memiliki satu kehendak. Allah Tritunggal adalah tiga pribadi, maka ada tiga pikiran, tiga perasaan, dan tiga kehendak. Tetapi ketiga ini memiliki keinginan dan pikiran yang sama. Mereka memikirkan hal yang sama, yaitu kemuliaan. Mereka menghendaki hal yang sama, yaitu kemuliaan Allah. Mereka juga mengerjakan hal yang sama, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang mempermuliakan Allah. Ketika kita berdiri di hadapan Kristus, pada saat itu kita juga berdiri di hadapan Bapa.
Orang yang tidak pernah menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat tidak mungkin bisa menerima Allah Tritunggal. Sebelum Dia menerima Allah Tritunggal, dia harus menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat karena melalui Kristus yang tersalib ini, tirai Bait Allah untuk masuk mengenal Allah secara ontologis itu terbelah. Jika tidak, mata kita tidak pernah bisa masuk ke dalam ruang maha suci untuk melihat Allah yang bertakhta di sana.
Di dalam pelayanan, pasti ada godaan untuk membuat orang percaya dengan menawan hati dan pikiran mereka melalui bantuan-bantuan yang kita berikan. Jika kita memang ingin melakukan kegiatan sosial, maka lakukan saja tetapi jangan dengan embel-embel penginjilan. Hal ini mengotori pelayanan Kekristenan. Jika kita menawan mereka menjadi Kristen dengan bantuan sosial atau mujizat, maka itu bukanlah Kristen sejati. Jika kita mengatakan bahwa kita mengasihi mereka sehingga kita mau membawa mereka untuk menjadi Kristen yang sejati, maka seharusnya kita memberikan tawaran yang terbaik dan tawaran yang terbaik adalah pribadi Allah di dalam Kristus.
Iman sejati, iman yang kokoh diperoleh berdasarkan pengenalan yang benar terhadap Allah yang benar di dalam Kristus melalui firman. Jika seandainya kita percaya tanpa mujizat maka saya kira ini adalah iman sejati, iman yang kokoh. Iman yang sejati adalah percaya kepada firman Allah ada atau tanpa mujizat terjadi. Dan Saya kira jika kita percaya kepada firman Allah tanpa mujizat, maka ini adalah mujizat yang lebih besar dari mujizat itu sendiri. Mujizat adalah alat yang dipakai agar kita percaya. Jika tanpa mujizat ini kita bisa percaya, maka kita melampaui mujizat itu. Saya kira mujizat yang dilihat oleh murid-murid jauh lebih banyak dari kita, tetapi hal itu tidak menjamin seseorang kemudian menjadi percaya. Lalu jika kita percaya kepada firman, apa hasilnya?
Jika mulai dari ayat 1-7, yang kita dapatkan jika percaya kepada Kristus tentu saja jalan ke surga (kepastian keselamatan). Yesus berkata bahwa Dia adalah jalan ke rumah Bapa. Dia mati, bangkit, dan naik ke surga untuk menyiapkan tempat bagi kita supaya kita dapat melihat dan berjumpa dengan Allah dengan harta yang paling berharga di surga, yaitu melalui Kristus.
Tetapi menariknya, Ay. 12-14 mengatakan Yesus yang adalah jalan yang mau membawa kita kepada Bapa di surga tidak langsung menarik orang-orang ini untuk terus menerus berbicara mengenai surga. Jika memang fokus kita diselamatkan adalah surga, maka seharusnya ketika kita diselamatkan, kita langsung mati. Tetapi mengapa Dia masih mengizinkan kita untuk hidup? Dia tidak membawa mereka langsung ke surga. Fokus Dia juga bukan surga, meskipun Dia adalah jalan menuju ke surga. Tetapi dengan jaminan keselamatan yang Dia buat melalui karya-Nya, orang-orang yang memperoleh jaminan keselamatan ini adalah orang-orang yang diberikan dan ditempatkan di dalam dunia, difokuskan kepada dunia.
Mirip seperti Kis. 1 ketika para murid bertanya kapan Dia akan memulihkan kerajaan ini, lalu Yesus seolah mengatakan bahwa itu bukan urusan mereka. Dia juga berkata bahwa Roh Kudus akan turun dan mereka akan memberitakan Injil dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi. Yang sementara Yesus lakukan adalah memberikan kepastian keselamatan. Di dalam Dia kita melihat Bapa dan memiliki kepastian keselamatan. Namun urusan surga adalah urusan-Nya karena Dia adalah jalannya. Kita yang telah memiliki kepastian di dalam Dia, fokusnya sekarang bukan lagi berbicara surga. Inilah yang membedakan Kekristenan dengan yang lain. Maka aneh jika kita ingin menyamakan Kristen dengan yang lain. Kepuasan terbesar orang-orang ketika ada di surga adalah persekutuan dengan Allah dan Yesus telah menjaminnya. Kita tidak memperjuangkan itu, maka fokus kita bukan hal itu. Karena kita telah memiliki kepastian ke surga, maka Dia mengarahkan mata kita ke dalam dunia ini.
Jika kita percaya kepada Dia, maka kita juga akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari yang Dia lakukan. Pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar bukan karena kita lebih besar dari Yesus, tetapi karena Dia telah pergi kepada Bapa. Yesus berkata bahwa Roh Kudus tidak akan pernah turun jika Dia tidak pernah naik. Dia harus pergi agar penghibur yang Ia janjikan datang kepada kita. Dengan Yesus pergi kepada Allah, artinya seluruh pekerjaan keselamatan yang harus Dia kerjakan telah selesai, maka Roh Kudus akan diutus untuk mengaplikasikan keselamatan dalam kehidupan kita, memulihkan kita sebagai umat Allah agar kita dapat mempermuliakan Dia. Jika Roh Kudus tidak datang, maka kita tidak mungkin bisa mempermuliakan Allah. Jika Roh Kudus tidak datang, maka kita tidak akan pernah mengalami keselamatan yang telah direncanakan oleh Allah. Meskipun Yesus sudah mati, namun kita tidak akan pernah bisa mengalaminya kecuali Roh Kudus mengaplikasikannya di dalam kehidupan kita, kecuali Roh Kudus memperbaiki natur kita, mengubah cara pikir kita, mengubah afeksi kita, mengubah cara hidup kita untuk mempermuliakan Allah. Oleh sebab itu dalam ayat 14 Yesus langsung menjanjikan penghibur untuk menyertai kita melakukan pekerjaan-pekerjaan besar itu. Kita dipulihkan. Jika demikian, kita dapat melihat tujuan Allah memulihkan kita, yaitu agar kita masuk ke dalam dunia ini seperti domba di utus ke tengah- tengah serigala. Oleh sebab itu cerdiklah seperti ular, tulus seperti merpati.
Banyak orang Kristen tulus, tetapi kurang cerdik. Maka pantas saja orang Kristen terus dianiaya. Banyak juga orang Kristen yang cerdik dan tidak tulus. Kehadirannya bukan menjadi berkat, tetapi menjadi ancaman dan dibenci. Seharusnya kita cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati sehingga kebebasan kita di dalam merancang strategi dibatasi oleh ketulusan hati kita, mengikuti prinsip-prinsip kebenaran firman Allah. Tetapi kita melihat kita dipulihkan dan diselamatkan bukan untuk langsung pulang ke surga karena itu bukan urusan kita. Urusan kita adalah masuk ke dalam dunia dan menjadi berkat di dalam dunia ini, menyatakan kerajaan Allah. Oleh sebab itu Dia mengatakan kita akan melakukan pekerjaan yang lebih besar, pertama-tama bukan karena kita lebih besar dari Dia, tetapi karena Dia akan pergi dan Roh Kudus akan turun kepada kita. Kedua, kita akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar juga bukan berarti kita akan terus membuat mujizat yang lebih supranatural dari Yesus Kristus. Saya kira adalah hal naif jika kita manusia dan berpikir bahwa kita dapat berbuat sesuatu yang lebih besar dari Yesus Kristus, karena itu adalah sesuatu yang tidak mungkin. Tetapi kita harus ingat bahwa ketika Yesus naik ke surga, berarti itu adalah tanda di mulainya satu era yang baru, yaitu era pelayanan gereja, zaman di mana Petrus mengatakan Imamat yang rajani yang melayani. Dulu orang yang melayani adalah raja, imam, dan nabi. Sekarang, setelah kita dipulihkan, maka ini adalah zaman yang kita sebut sebagai Imamat yang rajani. Tidak perlu menjadi Lewi atau nabi untuk melayani Tuhan. Kita dapat melakukan fungsi nabi, yaitu memberitakan firman. Kita dapat menjalankan fungsi imam, yaitu mempersembahkan hidup untuk mempermuliakan Allah. Kita dapat menjalankan fungsi raja meskipun kita bukan raja. Ini adalah sebuah zaman yang baru, maka Yesus berkata bahwa kita akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari-Nya karena Dia pergi kepada Bapa, bukan karena kita melakukan mujizat yang lebih besar dari Dia. Maka jika kita perhatikan, setelah Roh Kudus hadir ke dalam dunia ini, kita akan memberitakan Injil dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi. Berarti pemberitaan Injil masuk ke berbagai tempat, termasuk pada akhirnya sampai kepada Indonesia. Sebuah pelayanan yang lebih luas dari pelayanan Yesus Kristus, bukan? Lebih besar di dalam konteks jangkauannya. Pekerjaan yang membutuhkan kerja keras.
Mengapa ini bukan urusan mujizat yang lebih besar? Setelah Yesus naik dan Roh Kudus turun, catatan mengenai mujizat sangat terbatas. Ini adalah indikasi bahwa setelah Yesus naik, makin lama catatan mengenai mujizat semakin lama semakin berkurang. Bahkan di zaman para rasul hanya ada ± 8 cerita. Setelah Roh Kudus turun, yang paling banyak terjadi adalah pemberitaan Injil. Oleh sebab itu kata “pekerjaan-pekerjaan” (Yun: Erga) dipakai untuk Yesus Kristus dalam beberapa hal:
Pertama, Erga dipakai untuk pemberitaan Injil Yesus Kristus. Erga dipakai juga ketika Yesus mengajar. Erga juga dipakai ketika Yesus melakukan mujizat, tetapi setelah Yesus naik catatan mengenai mujizat terus mengalami penurunan. Tetapi ada satu yang terus meningkat, yaitu pemberitaan Injil. ‘Lebih besar’ dalam arti jangkauannya Injil menjadi lebih luas. ‘Lebih besar’ dalam pengertian kita akan melihat bahwa jangkauan kerajaan Allah menjadi lebih luas melalui para murid, melalui kita. Dari sini kita dapat melihat bahwa ambisi Allah untuk kemuliaan-Nya tidak berkurang.
Ketika Dia menciptakan alam semesta, Dia menempatkan manusia di taman Eden lalu kemudian Dia berkata satu titik yang kecil itu untuk beranak cucu dan memenuhi bumi. Ini bukan hanya perintah mandat budaya, apalagi sekedar untuk beranak cucu dan memadatkan bumi ini. Tetapi gambar Allah yang merefleksikan Allah itu harus memenuhi bumi ini. Artinya bumi ini penuh dengan kemuliaan Allah dan di mana saja orang datang, orang akan melihat kemuliaan Allah di sana. Tetapi semua itu gagal ‘oleh karena dosa manusia’. Setelah Yesus menyelamatkan umat-Nya, mengerjakan karya itu, kemudian Dia berkata dari satu titik dari Yerusalem sampai ke ujung bumi.
Misi kerajaan Allah yang ditegaskan di dalam Kej. 1:28 diulangi di dalam Mat. 8 & Kis. 1. Ambisi Allah untuk kemuliaan-Nya masih sama. Maka kita yang telah memiliki kepastian keselamatan memiliki satu tugas, yaitu menyatakan kemuliaan Allah di dalam bumi yang berdosa ini. Mungkin sulit. Tetapi justru karena sulit maka harus dikaitkan dengan doa (ay. 13). Dia tahu ini adalah pekerajan yang sulit, tetapi Roh Kudus adalah Roh doa, bukan?
Maleakhi berkata bahwa Roh Kudus adalah Roh permohonan. Dia akan menggerakkan kita untuk berdoa kepada Bapa. Dalam konteks ini bahkan Yesus berkata berdoa kepada-Nya di dalam nama- Nya. Istilah “di dalam nama-Ku” bukan hanya sekedar berarti dalam nama Yesus karena Dia adalah mediator, tetapi para penafisr sepakar bahwa istilah “di dalam nama-Ku” berbicara mengenai kemuliaan Kristus. Kristus dimuliakan, Bapa juga dimuliakan. Jika kita berjuang untuk kemuliaan Allah dan kita berdoa supaya kemuliaan Allah dinyatakan di dalam Kristus melalui kita, maka Allah akan menjawab itu. Dia mengaitkan hal ini melalui doa.
Kita akan bersyukur jika kita ada di dalam gereja yang masih mau mengajak kita untuk berdoa. Kita berjuang, tetapi seharusnya perjuangan kita juga dibarengi dengan doa. Kita boleh berdoa dan bekerja untuk bangsa ini. Tetapi adalah kesalahan jika kita berdoa dan tidak berjuang. Juga salah jika kita berjuang tetapi tidak berdoa. Oleh sebab itu ketika orang Israel di buang ke Babel, Yeremia berkata usahakanlah kesejahteraan kota di mana mereka dibuang dan berdoalah untuk kota itu (Yer. 29:7). Di dalam kalimat Ibrani, kata “usahakan” dan kata “berdoa” berjalan bersama-sama.
Hari ini kita berdoa untuk bangsa ini dan kita tidak boleh berhenti bekerja untuk bangsa ini. Percuma jika kita berdoa dan kita tidak melakukan apa-apa karena memang perintahnya yaitu untuk mempermuliakan Allah di bumi ini, kita harus berdoa dan bekerja. Bahkan perang dapat mempermuliakan Allah. Mungkin hal ini tidak mengenakan telinga kita ketika mendengarnya. Tetapi bagi Saya, kita harus membiasakan telinga kita untuk menyesuaikan diri dengan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci. Dalam konteks Kekristenan pun perang dapat mempermuliakan Allah. Kita tidak boleh menjadi orang Kristen yang berdiam diri. Kita harus berdoa dan melakukan sesuatu. Jika tidak, kita sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – YC)