Roti Hidup #1 – Kekurangan dan Pembentukan Allah

Posted on

Yohanes 6:1-15
Pdt. J. Putratama Kamuri, M.Th., M.Hum.

Ketika Yesus memberikan pengajaran kepada orang banyak, seringkali Yesus memberikan contoh melalui perumpamaan-perumpamaan. Tetapi hari ini kita mendapati satu cara yang berbeda, yaitu Yesus membuat mujizat lalu kemudian ayat 25-59 Yesus memberikan pengajaran mengenai siapa Dia dan bagaimana seharusnya orang-orang hidup di dalam kerajaan Allah setelah mengenal siapa Dia.

Teks ini dimulai dari ayat 2 yang mengatakan bahwa orang banyak berbondong-bondong mengikuti Yesus dengan satu motivasi, yaitu mereka menginginkan untuk terus melihat, bahkan mungkin terus ingin menikmati mujizat-mujizat yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Dari mana kita bisa mendapatkan indikasi ini? Hal itu ada di dalam ayat 26-27. Yesus memberi indikasi bahwa urusan mengejar dan mengikuti Yesus di dalam hati orang banyak yang berbondong-bondong mengikuti Dia, hal itu karena mereka pertama-tama melihat tanda-tanda. Bukan hanya sekedar melihat dan kemudian mengerti tanda-tanda itu, tetapi karena mereka melihat tanda-tanda itu dan mereka pikir bahwa perut mereka akan bisa diisi oleh tanda-tanda yang Yesus kerjakan. Istilah “melihat” bukan hanya sekedar melihat tanda-tanda, tetapi memahami tanda-tanda itu dengan benar. Semua tanda yang Yesus buat adalah untuk memberi petunjuk kepada orang banyak siapa Dia, bahwa Dia adalah pribadi yang sanggup untuk mencukupkan segala kebutuhan mereka. Ini adalah ciri agama.

Semua agama paling tidak memiliki dua ciri: Pertama, ciri ontologis, yaitu agama ada karena ada makhluk supranatural. Semua agama percaya eksistensi makhluk supranatural. Kedua, semua agama punya ciri fungsional. Makhluk yang supranatural bisa bekerja untuk mencukupkan kebutuhan manusia dan memberikan sesuatu kepada manusia. Oleh karena itu maka orang-orang yang ada di dalam agama meyakini eksistensi yang bersifat supranatural dan kemudian memercayakan diri mereka kepada makhluk itu supaya kebutuhan-kebutuhan mereka tercukupi. Ciri ontologis dan ciri fungsional ini ada di dalam semua agama, termasuk Kekristenan. Lalu apa yang membedakan Kristen dari yang bukan Kristen dari agama-agama yang lain? Kekristenan berbicara mengenai keyakinan bahwa yang supranatural itu ada karena kita bukan hanya sekedar yakin, tetapi kita memang telah berjumpa dan mengenal Dia. Kekristenan memiliki tuntutan yang lebih, yaitu pertama, setelah kita berjumpa dan mengenal Dia, kita masuk ke dalam relasi dengan Dia dan ini yang terpenting. Tidak ada gunanya kita meyakini eksistensi supranatural, pribadi yang besar yang disebut sebagai Allah, tapi kita tidak pernah berjumpa dan mengenal Dia. Kedua, Kekristenan menuntut relasi. Ini yang terpenting. Kita kenal Dia dan kemudian menikmati relasi dengan Dia. Itulah mengapa Dia berkata bahwa bekerjalah bukan untuk roti, untuk makanan yang akan binasa, tetapi bekerjalah untuk sesuatu yang akan kita bawa sampai kekekalan. Mengapa? Dia berkata bahwa jika kita mencari dahulu Kerajaan Allah, maka sisanya akan ditambahkan kepadamu. Yang lain akan mengikuti.

Semua agama berkaitan dengan sesuatu yang mereka kejar, tetapi Kekristenan berbicara mengenai perjumpaan dan pengenalan terhadap Allah yang sejati, usaha untuk menikmati relasi dengan Dia, dan segala sesuatu akan mengikutinya. Kita memiliki ciri yang sama dengan semua agama, namun kita punya penekanan-penekanan yang sangat berbeda dan inilah yang ingin diajarkan oleh Yohanes kepada kita ketika berbicara mengenai Yesus memberi makan kepada lima ribu orang. Yohanes melihat mujizat yang dibuat oleh Yesus Kristus, tetapi Yohanes ingin menunjukkan bahwa mujizat-mujizat itu hanya tanda. Tanda berbicara mengenai sesuatu yang kelihatan, tetapi tanda ini disebut sebagai tanda karena ingin menujuk kepada suatu realita yang lain yang belum kelihatan, tetapi lebih penting dari tanda itu. Roti dan ikan hanya tanda yang kelihatan yang mau menunjukkan kepada kita sesuatu yang lebih penting, yaitu siapa Kristus. Yesus adalah roti hidup. Tanda ini adalah sesuatu yang penting karena mau memberi petunjuk kepada kita mengenai siapa Yesus Kristus. Ingin memberi petunjuk kepada kita bahwa Yesus Kristus adalah sang roti hidup itu. Mana yang terpenting dan yang harus dikejar? Pengenalan terhadap Kristus sang roti hidup, bukan roti yang Dia berikan. Saya tidak mengatakan bahwa roti dan ikan adalah sesuatu yang tidak penting, tetapi yang ingin saya katakan adalah apa yang kita cari, kersamaan spiritualitas seorang Kristen zaman ini dengan orang-orang yang berbondong-bondong mengikuti Yesus hari itu. Kita harus ingat bahwa ada banyak orang mengikuti Yesus, bahkan mereka
berbondong-bondong mengikuti Yesus, tetapi Yohanes 6 berakhir dengan fakta bahwa mereka semua meninggalkan Dia. Ada banyak yang mengikut Yesus tetapi murid terlalu sedikit, karenea mereka tidak mengerti esensi dari Kekristenan. Hari ini banyak orang yang menghidupi spiritualitas orang yang berbondong-bondong mengikuti Yesus tanpa menghidupi esensi daripada Kekristenan karena mereka mencari dan tertarik kepada hal-hal yang penting seperti mujizat, makan, dan minum. Mereka tertarik kepada tanda-tanda yang penting, tetapi mereka mengabaikan yang terpenting, yaitu pengenalan terhadap Allah dan relasi dengan Allah.

Oleh karena orang-orang Kristen mencari hal-hal yang penting dan mengabaikan yang terpenting, banyak gereja, termasuk Hamba Tuhan, yang juga tergoda untuk akhirnya menawarkan hal-hal yang penting (tanda-tanda, mukjizat, dan berbagai hal yang dianggap penting di dalam gereja), tetapi mereka pada akhirnya mereka mengabaikan mimbar yang kuat, yang bersifat Kristosentris, yang memperkenalkan Kristus kepada orang banyak. Tetapi inilah yang iblis mau. Iblis tahu bahwa kebutuhan kita bukanlah kehidupan moral yang baik atau mujizat. Semua itu penting, tetapi dia akan mengarahkan kita kepada hal-hal yang penting supaya kita mengabaikan yang terpenting, yang justru menjadi esensi dari pada Kekristenan, yaitu mengenal Allah dan berelasi dengan Dia di dalam Kristus. Iblis memberikan semua yang penting, tetapi dia menggeser kita dari pengenalan yang
terpenting, yaitu pengenalan terhadap Kristus.

Apa yang sedang kita cari di dalam gereja? Apa yang kita cari di dalam kehidupan sebagai orang Kristen? Apakah kita sudah mendapatkan yang terpenting, yaitu pengenalan dan relasi dengan Allah yang benar di dalam Kristus?

Yesus berkata ada dua macam harta: harta yang ada di bumi dan harta yang ada di surga. Dia berkata bahwa harta yang ada di bumi bisa dimakan oleh ngengat dan karat, tetapi harta yang di surga bersifat kekal. Lalu Dia berkata kejarlah harta yang ada di surga. Apa yang menjadi hasrat yang tertinggi dan terbesar di dalam hati kita hari ini? Apakah kita menjadi Kristen dan mengikut Kristus supaya kita memiliki kehidupan moral yang agung? Apakah kita masuk ke dalam gereja dan kemudian melayani sebagai aktualisasi diri dan mendapatkan kepuasan batin? Ini semua penting, tetapi tidak menjadi yang terpenting. Apakah kita masuk ke dalam gereja dan beribadah karena kita sadar bahwa Tuhan ada? Sadar bahwa Tuhan ada adalah hal yang penting, tetapi di bukan yang terpenting. Apakah kita datang ke dalam gereja karena memang kita mengenal Allah dan
menginginkan relasi dengan Dia?

Di dalam ayat 26-27 Yesus memberi peringatan yang sangat serius. Seolah-olah Dia ingin mengatakan bahwa di dalam dunia ini, jangan bekerja untuk mencari hal-hal yang penting, tetapi perjuangkanlah hal yang terpenting. Yohanes tahu akan hal ini, maka ia memakai tujuh mujizat. Jika kita melihat di dalam Injil yang lain ada begitu banyak cerita mengenai mujizat Yesus Kristus. Tetapi Yohanes paling tidak menceritakan tujuh mujizat yang paling esensial dan setiap mujizat itu dikaitkan dengan klaim “Aku adalah.”

Mujizat hanya tanda untuk membawa kita mengenal siapa Dia. Seharusnya berkat-berkat yang Allah berikan kepada kita membawa kita makin mengenal siapa Dia, makin mencintai Dia, dan makin mencari relasi dengan Dia. Berkat-berkat itu tidak seharusnya memisahkan kita dari Tuhan. Maka pertanyaannya sekarang adalah, apa yang kita cari di dalam Kekristenan? Apa yang kita cari ketika kita masuk ke dalam ibadah? Jika Yohanes berkata mujizat mau memperkenalkan kita mengenai siapa Allah, maka John Calvin berkata bahwa mengenal Allah berarti mengenal diri.

Ketika berbicara mengenai orang-orang yang lapar, Tuhan memberi mereka makan. Mujizat yang luar biasa dicatat di dalam empat Injil. Tidak semua mujizat dicatat di dalam empat Injil, namun mujizat ini dicatat di dalam keempat Injil. Hal ini menunjukkan bahwa ini adalah sebuah peristiwa yang sangat penting. Apa yang ingin diajarkan oleh Tuhan melalui peristiwa-peristiwa penting seperti ini?

Pertama, cerita ini akan membawa kita kepada satu fakta yang membangkitkan kesadaran akan keterbatasan kita, sekaligus melihat kepada belas kasihan Tuhan bagi orang-orang yang terbatas. Kita terbatas dan kita tidak mahakuasa untuk mencukupkan diri kita dalam keterbatasan. Tetapi sebaliknya, dengan sadar bahwa kita terbatas dan kita ini tidak cukup pada diri sendiri, kita diarahkan kepada pribadi yang tidak terbatas, pribadi yang mahakuasa yang mengasihi kita. Yesus memerhatikan keterbatasan orang-orang yang mencari Dia, meskipun dengan motivasi yang salah. Tetapi mereka lapar. Maka Yesus mencukupkan kebutuhan jasmani mereka lalu kemudian Yesus mengajak mereka untuk melihat realitas spiritual. Artinya Yesus menunjukkan fakta bahwa mereka berkekurangan secara jasmani maupun secara rohani. Fakta lima roti dan dua ikan adalah alat yang dipakai oleh Kristus dan juga dipakai oleh Yohanes untuk menunjukkan bahwa kita adalah manusia-manusia yang berkekurangan. Kita adalah orang-orang yang miskin. Bukan hanya secara lahiriah, tetapi juga secara spiritual. Lima roti dan dua ikan adalah peristiwa yang menunjukkan kepada kita bahwa kita punya kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya lahiriah dan kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya rohani, bahkan sebelum kita mengalami atau masuk ke dalam kondisi di mana kita jatuh dalam dosa oleh karena Adam dan Hawa, misalnya. Sebelum Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, mereka diciptakan sungguh amat baik. Tetapi mereka yang sungguh amat baik itu bukan manusia sempurna yang telah menjadi manusia yang cukup pada diri sendiri sehingga tidak butuh sesuatu di luar dirinya. Sebelum jatuh dalam dosa, Allah telah berkata kepada Adam bahwa tidak baik manusia itu seorang diri. Manusia itu sempurna tetapi tidak lengkap. Ketika Adam dan Hawa sudah ada, Allah berkata semua pohon di dalam Taman ini boleh mereka makan buahnya dengan bebas. Hal ini memberi petunjuk kepada mereka bahwa mereka sempurna, tetapi tidak cukup pada dirinya sendiri. Mereka butuh makanan dan minuman dari luar diri mereka untuk mencukupkan kebutuhan mereka. Di dalam dua proses ini Allah membuktikan bahwa Dia adalah Allah yang menyediakan. Allah ini adalah Allah yang menyediakan diri-Nya untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan lahiriah maupun kebutuhan-kebutuhan secara spiritual. Di dalam taman Eden maupun setelah kejatuhan Allah menunjukkan kepada kita bahwa kita bukan makhluk yang sempurna. Kita mulia namun kita tidak sempurna, tidak cukup pada diri kita sendiri.

Kejatuhan menghantam segala sesuatu di dalam kehidupan manusia. Allah berkata bahwa terkutuklah tanah karena engkau. Allah berkata bahwa segala usahamu itu untuk mengolah tanah ini, mengolah alam ini akan menghasilkan onak dan duri bagimu. Artinya usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka secara jasmani dan secara rohani akan gagal dan gagal tanpa Tuhan. Kita butuh Allah yang mencukupkan segala sesuatu, yang memberikan segala sesuatu kepada kita. Sejak penciptaan sampai hari ini, Allah selalu menunjukkan kepada kita bahwa kita memiliki kebutuhan dan Allah itu adalah Allah yang menyediakan. Lima roti dan dua ikan mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki kebutuhan jasmani dan rohani. Manusia tidak sanggup dari dirinya sendiri mencukupkan kebutuhan jasmani dan rohani. Tetapi Allah kita adalah Allah yang memperhatikan manusia karena Dia mengasihi kita, bahkan di dalam ketidakpercayaan. Allah memperhatikan teriak daripada Israel bukan ketika mereka sudah percaya kepada Dia, tetapi ketika mereka tidak percaya kepada Dia. Allah mengasihi Allah memperhatikan, namun tidak berhenti di sana. Setelah Dia mengasihi dan memperhatikan, Dia juga menyediakan. Melalui cerita ini Dia menyediakan roti dan ikan untuk mencukupkan kebutuhan kita. Tetapi kita juga akan belajar bahwa Dia juga menyediakan kebutuhan spiritual, yaitu Dia menyediakan roti hidup bagi kita.

Firman Tuhan ini memberi petunjuk kepada kita bahwa kita adalah manusia-manusia yang terlalu rentan tanpa Allah. Kita terlalu lemah. Hidup kita begitu rentan terhadap bahaya jasmani dan rohani jika kita hidup tanpa Tuhan. Ayat-ayat ini seolah berkata bahwa celakalah kita jika Allah tidak menyediakan segala sesuatu bagi kita. Tidak ada tempat bagi kesombongan di dalam kehidupan orang Kristen. Sekaya apapun kita, sekuat apapun kita sebagai orang muda, kemampuan intelektual kita, segala sesuatu yang kita punya tidak memberi tempat bagi kesombongan di dalam kehidupan kita. Kita menikmati banyak anugerah Tuhan yang baik di dalam kehidupan kita. Anugerah Tuhan menguatkan kita, membuat kita seolah-olah berdiri di atas kaki sendiri, lalu kita berfokus kepada berkat-berkat, kepada kekuatan yang Tuhan berikan, kemudian kita lupa bahwa kita punya banyak kekurangan yang telah di-cover oleh Tuhan supaya kita dapat berdiri. Secara spiritual jika hari ini kita sudah cukup matang, itu semua karena anugerah Allah. Secara lahiriah jika kita cukup matang, cukup kuat, maka kita tidak punya tempat untuk sombong.

Covid-19 memukul semua yang kita miliki. Tidak ada tempat bagi kesombongan, maka kerendahan hati secara spiritual di dalam Kekristenan tampak melalui hal ini. Menyadari bahwa kita terbatas, sadar bahwa kita butuh Tuhan, dan sadar bahwa Tuhan mencukupkan segala sesuatu. Mengapa? Karena Dia adalah Allah yang menyediakan. Ketika Abraham bergumul di atas gunung, ia memang harus beribadah. Hal itu nampak dari pertanyaan Ishak, “di mana korbannya?” Ibadah pada masa itu harus ada korban. Ishak tahu ibadah yang sejati, maka dia bertanya di mana korbannya. Abraham berkata bahwa Allah menyediakan, dan memang benar bahwa Allah menyediakan. Abraham pulang dengan sukacita. Tetapi apakah kita bersukacita karena Allah menyediakan lebih daripada Abraham untuk kita?

Ibrani 10:5 & 10 dimulai dengan kalimat: “Engkau menyediakan tubuh bagiku.” Ibrani menggambarkan kalimat Yesus Kristus kepada Bapa bahwa Bapa menyediakan tubuh bagi Yesus. Di dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Allah adalah Allah yang menyediakan. Ia menyediakan Anak Domba. Di dalam Perjanjian Baru, satu kali lagi disebutkan bahwa Allah Israel, Allah gereja adalah Allah yang menyediakan. Dia bukan hanya menyediakan Anak Domba, Tetapi Dia menyediakan tubuh Bagi Kristus supaya Kristus benar-benar bisa menjadi Anak Domba Allah yang menebus dosa dunia. Secara lahiriah dan secara spiritual kita bisa melihat bahwa Allah kita adalah Allah yang menyediakan. Oleh sebab itu Yesus berkata: “Aku adalah roti hidup.” Sama seperti di padang gurun Allah menyediakan manna bagi Israel, maka hari ini Allah menyediakan roti hidup bagi kita, yaitu Yesus Kristus. Dia mengajar kita untuk melihat keterbatasan di dalam diri dan ketidakterbatasan Allah supaya kita belajar bergantung kepada Allah.

Apa yang kita cari? Apa yang menjadi hasrat tertinggi di dalam kehidupan kita? Jika kita bertanya untuk apa kita mencari Allah dan untuk apa kita bersekutu dengan Allah, teks ini dimulai dengan memberi petunjuk bahwa kita harus mencari Dia karena kita adalah orang yang miskin dan terlalu kasihan secara jasmani maupun secara rohani. Kita butuh Tuhan. Hari ini banyak hal yang kita punya tetapi tidak bisa menolong kita dan keluarga kita. Saya berbicara secara lahiriah. Semua yang kita punya hari ini tidak cukup untuk menolong diri kita. Lima roti dan dua ikan mempertontonkan kepada kita mengenai kekurangan-kekurangan kita sekaligus mengajak kita untuk melihat Allah yang berkelimpahan yang menyediakan segala sesuatu bagi kita secara jasmani maupun secara rohani.

Kedua, teks ini memberi petunjuk kepada kita bahwa pergumulan, kekurangan, dan penderitaan adalah panggilan untuk percaya kepada Allah, untuk bergantung kepada-Nya. Karena Dia menyediakan, maka sudah seharusnya kita percaya kepada Dia. Yang berkekurangan dalam ayat 5-6 ini bukan hanya orang banyak, tetapi murid-murid juga berkekurangan. Tetapi Yesus bertanya kepada mereka di mana mereka akan mendapatkan makanan untuk memberi makan orang-orang ini. Yang paling banyak melihat mujizat Yesus Kristus adalah murid-murid. Ayat-ayat paralel seperti di dalam Markus 6, peristiwa lima roti dan dua ikan adalah peristiwa segera setelah murid-murid pulang dari pelayanan. Mereka baru selesai mengerjakan banyak mujizat di dalam pelayanan mereka lalu berjumpa dengan Yesus, dan Yesus seolah-olah meneguhkan dengan membuat lebih banyak lagi. Mereka membuat mujizat dan mereka sadar bahwa guru mereka adalah guru yang berotoritas. Ketika berjumpa dengan Yesus, Yesus membuat lebih banyak lagi mujizat. Mereka sudah melihat mujizat. Mereka mendengar tentang itu semua, mereka mendengar ajaran-ajaran Yesus Kristus. Semua ini adalah fondasi bagi mereka untuk percaya di dalam situasi sulit. Tetapi setelah Tuhan menunjukan kepada mereka semua ini, sekarang Tuhan menguji apakah mereka sudah memiliki pengenalan yang benar terhadap Yesus Kristus atau tidak dengan pertanyaan Filipus: “Di mana kita akan dapatkan roti untuk memberi makan orang-orang itu?” Sebagian murid-murid adalah orang Galilea dan mujizat ini terjadi di sekitar Danau Galilea. Bahkan Filipus adalah orang dari Betsaida, itu berarti Filipus adalah salah satu orang yang paling mengerti situasi daerah itu secara geografis dan secara geografis dia tahu tidak mungkin mendapatkan makanan di sana. Filipus juga mengerti berapa kas yang dimiliki oleh murid-murid. Roti seharga 200 dinar tidak akan cukup. D. A. Carson berkata bahwa 5000 orang laki-laki ditambah perempuan dan anak-anak dapat mencapai 15.000 – 20.000 orang. 1 dinar adalah upah kerja satu hari. Maka 200 dinar adalah upah 8 bulan kerja dan upah kerja 8 bulan kerja itu pun tidak cukup untuk memberi makan semua manusia yang ada di sana. Bahkan kas murid-murid tidak sampai 200 dinar. Kalaupun ada, Yudas sudah mencurinya sebagian. Ketika Tuhan mengizinkan situasi ini, Ada satu hal yang baik yang muncul dalam pikiran murid-murid. Mereka mengerti situasi geografis, mereka mengerti kondisi ekonomi mereka, maka mereka sadar bahwa mereka tidak sanggup. Kita butuh kesadaran bahwa kita miskin secara jasmani dan rohani. Maka jika ada kesadaran bahwa mereka kurang, kesadaran bahwa mereka terbatas, kesadaran bahwa mereka tidak mampu, itu adalah hal baik. Filipus dan murid-murid punya kesadaran ini. Tetapi akan ada masalah jika kita merasa kurang dan terbatas lalu kita juga merasa bahwa Allah seolah-olah sama dengan kita, yaitu kurang dan terbatas. Ada satu hal yang saya pikirkan. Murid-murid berhasil memperhitungkan segala keadaan mereka. Mereka sudah mengkalkulasikan dengan sangat baik, tetapi mereka gagal untuk memperhitungkan kehadiran Allah dan kemahakuasaan Allah. Seringkali kita gagal di dalam ujian iman ketika Allah mengizinkan kita mengalami kekurangan. Bukan karena kita gagal memperhitungkan situasi. Kita memperhitungkan segala sesuatu dengan tepat, dan justru karena itu kita menjadi ragu. Keragu-raguan seringkali muncul bukan karena kita meragukan Alkitab. Seringkali kita gagal bukan karena meragukan Alkitab sebagai firman Allah, tetapi kita meragukan Allah yang ada di dalam Alkitab itu akan melakukan hal-hal yang sama seperti di dalam Alkitab terhadap diri kita. Hal ini menjadi persoalan besar di dalam kehidupan kita. Kita memperhitungkan segala sesuatu tetapi tidak memperhitungkan kemahakuasaan Allah yang sudah ditunjukkan kepada kita. Hal ini sama seperti Filipus yang melihat banyak mujizat tetapi ia tidak begitu yakin bahwa Yesus akan melakukannya. Kita percaya cerita Alkitab tetapi kita berjarak dengan Alkitab terlalu jauh, seolah yang tertulis di dalam Alkitab bukanlah untuk kita.

Allah mengisahkan Alkitab ada di tangan kita, tertulis di dalam bahasa Indonesia yang dapat kita mengerti supaya kita tahu bahwa Dia masih sanggup untuk melakukan semua yang Dia lakukan 2000 tahun yang lalu di dalam kehidupan kita hari ini. Tetapi apakah kita percaya karena kekurangan adalah ruang yang dipakai oleh Allah untuk menguji iman kita? Saya kira masalah murid-murid yang terbesar adalah mereka sudah hitung dan paham semua dengan baik, tetapi mereka gagal untuk memperhitungkan kehadiran dan kemahakuasaan Allah di dalam kehidupan mereka yang sanggup Dia nyatakan bahkan di dalam situasi yang tersulit.

Firman Tuhan hari ini menunjukkan kepada kita bahwa kekurangan, penderitaan, dan kesulitan adalah alat uji bagi kita dan mengajar kita untuk memperhitungkan semua dengan benar. Tetapi perhitungkan juga bahwa Allah yang hidup itu, Allah yang ada di dalam Alkitab adalah Allah yang dimiliki juga oleh gereja hari ini, bukan hanya milik orang-orang di masa lalu. Dia adalah milik kita. Allah yang disembah oleh gereja di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Dia juga adalah Allah yang kita sembah. Apa yang Dia sanggup kerjakan 2000 tahun yang lalu bahkan lebih adalah apa yang bisa dikerjakan hari ini. Mari kita belajar untuk menyerahkan seluruh hidup kita. Petrus berkata: “Serahkanlah bebanmu kepada Dia.” Letakkan beban kita di pundak Kristus. Letakkan pergumulan-pergumulan kita di kaki Tuhan. Mengapa? Karena Dia menyediakan segala sesuatu. Saya tidak mengatakan bahwa dengan demikian maka kita akan keluar dari masalah yang kita hadapi. Mungkin saja akan ada waktu di mana melalui pergumulan-pergumulan ini kita berjumpa dengan kematian. Tetapi Dia tetap saja adalah Allah yang menyediakan. Dia adalah Allah yang tetap menyediakan perlindungan dan pemeliharaan, bahkan ketika kita berhadapan dengan kematian. Bukan sebuah kebetulan hari ini kita membaca Roma 8 bahwa kematian menjadi sesuatu yang justru dinantikan oleh orang-orang suci, karena melaluinya mereka berjumpa muka dengan muka dengan Allah.

Kekurangan dan keterbatasan adalah alat uji bagi iman kita. Semua yang tertulis di dalam Alkitab adalah semua yang dilihat dan didengar oleh murid-murid. Yesus berkata bahwa itu adalah fondasi bagi murid-murid untuk percaya, maka itu adalah fondasi bagi kita juga untuk percaya. Jika hari ini kita bergumul dan ketakutan, buka Alkitab dan kemudian baca untuk mencari penghiburan di sana. Setelah kita membaca Tuhan menghibur. Percayalah bahwa Dia sanggup untuk melakukan apa yang tertulis di sana bagi kita.

Kedua, cerita lima roti dan dua ikan memberi petunjuk kepada kita bahwa kekurangan dan keterbatasan bukan hanya sekedar panggilan untuk percaya kepada Tuhan, tetapi ini adalah panggilan bagi kita untuk keluar dari diri sendiri dan kemudian melayani orang lain. Penderitaan adalah panggilan untuk percaya. Tetapi ketika Allah mengizinkan kita melihat atau mendengar penderitaan, itu adalah panggilan supaya kita terlibat di dalamnya, apapun kondisi kita.

Tuhan Yesus bertanya kepada Filipus bagaimana caranya memberi orang-orang itu makan. Hal ini bukan sekedar bertanya, tetapi maksud Yesus juga adalah apakah Filipus mau memberi mereka makan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang mau mengingatkan Filipus bahwa Filipus memiliki tanggung jawab untuk memberi mereka makan.

Di dalam Markus 6:35 kita akan menemukan bahwa murid-murid hari itu bukan dalam kondisi baik-baik saja. Seringkali kita berpikir jika Tuhan memberi berkat, maka di sanalah kita harus menjadi berkat bagi orang lain. Di dalam bagian ini diceritakan bahwa murid-murid yang mengingatkan Yesus Kristus. Tetapi ayat 30 mengatakan bahwa orang-orang itu lapar. Mereka mengikuti Yesus dari pagi sampai malam. Ada beberapa masalah di dalam ayat 30-31. Di dalam Markus 6:6 Yesus mengutus murid-murid. Murid-murid pergi pelayanan, maka ayat 30 mengatakan mereka baru pulang dari pelayanan. Meskipun mereka kelelahan, mau tidak mau mereka harus terlibat di dalam pelayanan kepada orang banyak itu. Maka Yesus berkata bahwa mereka harus istirahat karena memang mereka belum makan. Mereka sudah lelah dan belum makan. Mereka betul-betul ada di dalam kekurangan: kekurangan secara fisik karena kelelahan karena dari pagi sampai malam mereka berurusan dengan orang banyak dan belum makan, dan juga kekurangan secara finansial. Bagaimana cara mencukupkan kebutuhan-kebutuhan ini?

Kita akan melihat siapa orang banyak ini. Jika orang-orang banyak ini adalah orang-orang baik yang membutuhkan pelayanan, maka puji Tuhan! Tetapi percakapan Yesus dengan mereka dalam ayat 25-26, siapa mereka? Mereka bukan orang-orang Kristen atau orang-orang yang mengikuti Yesus sebagai orang-orang yang cukup rohani, meskipun kita melihat mereka duduk mendengar Yesus dari pagi sampai petang dan tidak makan. Yesus mengkritisi mereka. Artinya orang-orang ini bukan mengikuti Yesus karena spiritualitasnya baik, tetapi mereka adalah orang-orang yang sebenarnya kurang ajar. Mereka ikut Yesus karena mau mendapatkan makanan sehingga murid-murid bisa mengatakan bahwa mereka lelah karena pelayanan, lalu sekarang mereka berhadapan dengan orang-orang yang kurang ajar, dan Yesus menyuruh murid-murid untuk memberi mereka makan. Tetapi Yesus menguji mereka bukan hanya dengan menguji iman mereka, tetapi Yesus menguji apakah mereka memiliki belas kasihan di dalam hati mereka, sama seperti Yesus. Yesus melihat orang banyak dan Dia berbelas kasihan kepada orang banyak itu, meskipun orang banyak itu adalah orang-orang yang kemudian Dia kritisi karena tidak punya iman yang sejati. Tetapi Yesus menguji apakah murid-murid ini memiliki hati yang sama seperti Dia sebagai guru. Apakah mereka rela untuk menunjukkan belas kasihan pada saat mereka berkekurangan? Mereka berkekurangan, tetapi apakah mereka masih rela untuk berbagi di dalam kekurangan? Maka Yesus memanggil mereka untuk menunjukkan belas kasihan. Yang namanya belas kasihan tidak bergantung kepada kondisi orang itu, apakah dia orang percaya atau tidak. Belas kasihan harus kita kerjakan bukan karena orang-orang itu layak untuk menerima belas kasihan. Belas kasihan dikerjakan karena kita meneladani Kristus yang berbelas kasihan kepada kita dalam kondisi tidak layak. Yang Yesus minta saat ini adalah hati seorang murid adalah afeksi yang sama dengan gurunya.

Seorang penulis mengatakan bahwa memberikan belas kasihan itu bukan urusan layak atau tidak layak. Ini adalah urusan Allah yang menempatkan mereka yang berkebutuhan di hadapan kita sehingga kemudian kita berusaha untuk menjawab kebutuhan itu. Mengapa kita tidak mempersoalkan kondisi orang lain? Saya mengutip Timothy Keller yang mengatakan bahwa belas kasihan adalah tanda kekristenan yang sejati dan belas kasihan adalah ujian yang memberi petunjuk kepada kita yang menunjukkan kepada kita Kekristenan yang murni. Kekristenan yang murni menunjukkan belas kasihan dan belas kasihan itu adalah belas kasihan yang tanpa syarat, sama seperti Allah telah memberikan belas kasihan bagi kita tanpa syarat. Maka jika kita membaca Matius 14, Markus 6, dan Lukas 9, kita akan menemukan kalimat, “Kamu harus memberi mereka makan.” Tetapi Yohanes tidak memberi penekanan ini.

Mungkin murid-murid dapat berkata bahwa Yesus sendiri tahu bahwa mereka tidak layak dan Yesus tahu bahwa murid-murid berkekurangan. Selanjutnya di dalam Markus 6:38 Yesus bertanya berapa yang kamu punya. Yesus tidak peduli dengan kondisi mereka. Maka Andreas mengatakan hanya ada lima roti (gandum) dan dua ikan. Bahkan roti dan ikan itu pun bukan miliknya, tetapi milik seorang anak kecil. Banyak penafsir menghabiskan waktu cukup panjang untuk membahas mengenai roti gandum itu. Roti gandum adalah roti untuk orang miskin. Maka bisa dipastikan anak ini adalah seorang anak yang miskin. William Barclay berkata bahwa gandum adalah makanan untuk binatang liar, oleh karena itu gandum dijadikan sebagai persembahan untuk dosa perzinahan karena dosa perzinahan adalah dosa dari orang-orang yang hidup seperti binatang liar. Tetapi hal ini mengekspresikan bahwa roti gandum adalah sesuatu yang tidak layak untuk dikonsumsi. Bukan hanya tidak cukup, tetapi juga tidak layak. Lalu juga hanya ada dua ikan kecil. Kemudian Yesus meminta untuk dibawa kepada-Nya (Mat. 14:18). Jika kita sudah mengombinasikan semua percakapan ini, maka kita akan menemukan urut-urutannya. Pertama, Yesus berkata bahwa murid-murid harus memberi mereka makan. Kemudian murid-murid berkata bahwa orang-orang itu tidak layak dan murid-murid juga berkekurangan. Selanjutnya Yesus bertanya berapa makanan yang mereka punya. Dan terakhir, setelah mereka berkata yang mereka punya bukan hanya tidak cukup, tetapi tidak layak, kemudian Yesus berkata bawa makanan itu kepada-Nya. Yesus mengubah makanan yang cukup sederhana itu menjadi sebuah pesta yang mengenyangkan semua orang. Hal yang sederhana, yang kurang, dan tidak layak menjadi perjamuan makan hari itu sampai sisa 12 bakul. Hal ini memberi petunjuk kepada kita mengenai kelimpahan makanan sampai ada sisa.

Di dalam pelayanan kepada orang-orang yang berkebutuhan di tengah-tengah kekurangan mereka, murid-murid diajak untuk melihat kebesaran Tuhan, kemurahan Tuhan, sekaligus menyadari betapa kecilnya kita di hadapan Dia. Makanan yang tidak layak itu dibawa kepada Yesus dan Yesus menjadikannya layak dan Dia yang akan menjadikannya cukup bagi pelayanan yang Yesus percayakan kepada mereka. Memang kita harus membawa apa yang kita punya, kita tidak perlu membawa apa yang tidak kita punya.

Salah satu penghambat bagi kita untuk melayani di dalam situasi seperti ini, yaitu karena yang kita pikirkan adalah apa yang tidak kita punya. Yang menghambat kita untuk memberikan pelayanan kita kepada Tuhan dan kepada sesama di dalam situasi sulit seperti yang kita alami bersama dengan seluruh dunia ini adalah karena kita berpikir mengenai hal-hal yang tidak kita punyai. Tetapi Tuhan tidak pernah meminta kita untuk memberikan sesuatu yang tidak terlebih dahulu Dia berikan kepada kita. Itulah yang harus kita pertanggungjawabkan untuk dipersembahkan kembali kepada Allah dan dipersembahkan kepada Allah dengan dipakai untuk melayani orang lain. Kekurangan dan penderitaan hari ini bukan alasan bagi kita untuk berhenti melayani Tuhan dan melayani sesama.

Dari kekurangan dan keterbatasan menjadi sebuah pesta besar yang berlimpah. Andreas dan murid-murid yang lain dapat belajar, tetapi anak kecil ini juga belajar. Kita bisa melihat dari anak kecil ini.

Pertama, pada masa itu anak kecil tidak dianggap. Tetapi jika dia kecil dan dia kaya, maka lumayan signifikan. Tetapi anak ini kecil dan miskin. Oleh sebab itu maka namanya tidak dicatat. Setelah peristiwa ini terjadi, murid-murid ingat peristiwa bahwa ada anak kecil yang membawa lima roti dan dua ikan yang dipakai oleh mereka dan Tuhan memakai satu anak yang tidak signifikan ini. Tuhan melibatkan dia di dalam pelayanan dan James Boyce percaya bahwa hidup anak itu akan berubah selamanya.

Yang tidak signifikan dibawa kepada tangan Allah yang mahakuasa dan Allah mengubahnya menjadi sesuatu yang sangat signifikan. Allah tidak minta sesuatu yang tidak kita punya. Allah minta sesuatu yang kita punya meskipun dalam kondisi yang seperti hari ini. Bawa kepada Tuhan dan itu akan menjadi signifikan di dalam tangan Tuhan. Apa yang menghambat kita untuk melayani di dalam kekurangan dan keterbatasan kita? Belas kasihan tidak dibatasi oleh orang lain dan kondisi kita. Kita selalu dipanggil untuk menunjukkan belas kasihan.

Saya yakin bahwa hidup hari ini begitu sulit sehingga kita juga mengalami kekurangan. Tapi saya juga percaya bahwa Tuhan yang baik itu tidak akan membiarkan kita untuk terus ada di dalam kekurangan.

Tuhan melatih murid-murid untuk hidup di dalam kelimpahan. Secara simbolik angka 12 misalnya di dalam Kitab Wahyu berbicara mengenai 12 bapa leluhur Israel sehingga bicara mengenai gereja Perjanjian Lama. Angka 12 di dalam Perjanjian Baru juga seringkali identik dengan 12 rasul, yang berbicara mengenai perwakilan dari gereja Perjanjian Baru. Sisa 12 bakul bagi beberapa penafsir memberikan petunjuk mengenai pemeliharaan Allah. Bukan hanya di dalam kekurangan, tetapi memberi petunjuk kepada kita bahwa tidak selamanya gereja ada di dalam kekurangan. Akan ada masa di mana Tuhan membawa kita untuk menikmati kelimpahan. 12 bakul di tangan 12 rasul. Kalau di dalam Perjanjian Lama, hal ini seperti 12 berkat Allah alat yang diserahkan kepada 12 bapa leluhur sebagai perwakilan seluruh umat Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Bersama dengan umat Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru di sepanjang zaman, kita akan menikmati penderitaan, bahkan kekurangan. Tetapi tidak selamanya kita akan terus ada di dalam kekurangan dan penderitaan. Akan ada masa Tuhan membawa kita di dalam kelimpahan berkat-berkat Allah. Pertanyaannya adalah, spiritualitas seperti apa yang Allah inginkan ketika kita ada di dalam kelimpahan?

Ketika roti dan ikan itu sisa 12 bakul, Yesus menyuruh murid-murid untuk mengumpulkannya. Untuk apa? Bukankah Yesus bisa membuat mujizat lagi? Jika hari ini kita berkekurangan, lalu kita minta berkat Tuhan, dan setelah Tuhan memberikan berkat berlimpah-limpah, terkadang kelimpahan itu kita jadikan sebagai alasan untuk hidup di dalam pemborosan.

Gereja bisa berdoa minta kepada Tuhan supaya diberkati di dalam pelayanan-pelayanannya, lalu tiba-tiba Tuhan memberikan berkat yang berlimpah-limpah melampaui apa yang mereka minta, tetapi mereka hidup seenaknya dengan berkat itu. Gereja secara personal maupun secara komunal seringkali menghidupi spiritualitas ini. Di dalam penderitaan mereka meminta kepada Tuhan. Di dalam kelimpahan mereka membuang itu percuma. Tetapi Sang Pemberi Berkat itu berkata kumpulkan 12 bakul itu. William Hendriksen berkata bahwa kelimpahan berkat bukan alasan bagi kita untuk membuang-buang berkat Tuhan. Pemborosan adalah dosa di hadapan Tuhan.

Pandemi ini tidak selamanya menjadi bencana untuk semua orang. Ada orang-orang yang justru “pekerjaannya” diberkati Tuhan dalam situasi ini. Di dalam kondisi seperti ini kita harus manage berkat Tuhan yang sedemikian sehingga ketika kita hidup, berkat-berkat itu dipakai untuk tujuan-tujuan yang tepat. Saya tidak mengatakan bahwa ketika kita mendapat berkat Tuhan, kemudian simpan itu, bahkan dengan diri sendiri kita begitu pelit. Jika memang Tuhan kasih, maka nikmatilah. Tetapi nikmati sewajarnya sehingga kita tidak hidup di dalam pemborosan dan berkat-berkat Tuhan itu seperti terbuang begitu saja. Yusuf ada di dalam tujuh tahun kelimpahaan dan mereka menikmatinya dan pada saat yang sama mereka mengumpulkannya. Pada waktu tujuh tahun kelaparan, berkat yang mereka kumpulkan itu cukup.

Hidup kita tidak semata-mata menderita. Jika orang Kristen sepanjang hidupnya hanya menderita maka tidak perlu menjadi Kristen. Hal itu hanya menunjukkan bahwa Allah tidak sanggup menolong kita. Spiritualitas Kristen diwarnai oleh dua kondisi: kekurangan dan kelimpahan. Di dalam dua kondisi ini kita harus me-manage kelimpahan yang Tuhan berikan. Kita harus mempersiapkan hidup untuk hari ini dan juga untuk masa depan. Kita adalah manusia yang dibekali oleh Roh yang kekal sehingga kita punya kemampuan berpikir tentang masa lalu dan masa yang akan datang.

Firman Tuhan mengajar kita untuk manage segala sesuatu yang kita punya di dalam kelimpahan untuk mempersiapkan masa yang akan datang. Supaya kalau terjadi masa kekurangan, paling tidak kita masih punya sesuatu untuk bertahan hidup. Atau jika Tuhan memanggil kita untuk melayani di dalam kelimpahan, manage itu baik-baik supaya nanti setelah kita menjadi berkat bagi orang lain, kita tidak akan menjadi orang yang meminta-minta.

Pelayanan belas kasihan harus dikerjakan dengan bijaksana. Manage baik-baik berkat Tuhan agar cukup untuk kita dan cukup untuk orang lain. Ketika Tuhan memberi berkat bagi jemaat mula-mula, mereka membagi-bagikannya untuk orang lain, tetapi dicatat bahwa mereka menjual milik mereka. Allah memberikan itu sebagai milik bagi mereka. Tuhan kita bukan mengajar kita menjadi komunis. Tetapi pada saat yang sama juga kita harus belajar membuka tangan kita untuk berbagi dengan orang lain. Tetapi jangan sampai juga kemurahan hati kita membawa kita bukan lagi kepada kemurahan hati, tetapi kepada pemborosan. Sehingga setelah berbelas kasihan, habis itu kita lah yang butuh belas kasihan. Ini bukan salib, tapi kebodohan. Sehingga perspektif kita terhadap berkat, terhadap kekurangan, terhadap kelimpahan, terhadap keterbatasan, itu seharusnya seimbang. Dia yang memberi berkat yang berlimpah-limpah adalah Dia yang berkata kumpulkan berkat itu kembali untuk menjamin hidup kita yang akan datang atau membuat kita kemudian bisa memberi pelayanan yang berkelanjutan.

Segala sesuatu yang sifatnya material jika diberikan secara berkelimpahan, kita harus membagikannya, tapi kita juga harus jaga untuk diri kita sendiri. Tetapi ada satu yang tidak boleh kita tahan sama sekali, yaitu kelimpahan secara spiritual. Jika Tuhan memberikan roti yang secara fisik diberikan kepada kita untuk mencukupkan hidup kita, maka kita bisa membagikannya untuk orang lain. Tetapi ketika kita berbicara mengenai roti hidup dan Dia hadir secara berlimpah-limpah di dalam kehidupan kita, jangan pikir ini hanya untuk diri kita sendiri.

Roti secara fisik bisa habis, namun roti hidup tidak pernah bisa habis. Maka roti hidup itu harus terus-menerus dibagikan secara berkelimpahan. Allah kita adalah Allah yang terkadang memberikan berkat secara fisik secara berkelimpahan, terkadang pula Ia tahan sehingga kita masih menderita secara fisik. Tetapi Allah kita adalah Allah yang secara spiritual sebenarnya boros. Allah yang memberikan anugerah-Nya secara berlimpah-limpah dan secara terus menerus.

Maka jika kita menikmati berkat yang berkelimpahan secara spiritual, ini adalah sebuah jenis kelimpahan yang tidak boleh kita tahan. Kita harus bagikan kelimpahan spiritual yang kita miliki.

Mulut orang Kristen tidak boleh diam. Bahkan di dalam kekurangan secara lahiriah, mulut mereka tidak boleh diam. Apa saja yang bisa kita lakukan supaya kelimpahan spiritual yang kita nikmat ini dinikmati juga oleh orang lain, maka lakukanlah! Karena orang Kristen bukan orang-orang yang pasif. Roti hidup itu datang supaya kita menikmati kelimpahan di dalam Dia dan kita mengalir dengan berkelimpahan Ketika Dia berbicara mengenai air hidup.

Manage hidup kita sebaik-baiknya. Secara lahiriah ada yang diberi dan ada yang ditahan karena memang itu ditahan untuk hidup kita. tetapi secara spiritual apa yang diberi kepada kita, berikanlah itu juga kepada orang lain.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah – YC)