Terang Dunia #4 – Terang Kemuliaan Allah di tengah Penderitaan Manusia

Posted on

Yoh. 9:1-7
Pdt. J. Putratama Kamuri

Hari ini kita akan melihat bagaimana Allah hadir di tengah-tengah kegelapan yang dialami manusia secara fisik di dalam penderitaan mereka. Beberapa kali Yesus mengatakan “Akulah terang dunia” dan klaim bahwa Dia adalah terang dunia diteguhkan dengan mujizat menyembuhkan mata orang buta. Jadi mujizat tidak dilakukan demi mujizat itu sendiri. Mujizat bukanlah yang terpenting. Mujizat diberikan untuk menunjuk kepada sesuatu yang lebih penting, yaitu siapa Yesus Kristus. Ketika Dia berkata bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup, Dia membangkitkan Lazarus untuk menunjukkan bahwa memang Dia memiliki kuasa untuk membangkitkan orang dari kematian secara fisik maupun secara spiritual.

Ketika Dia berkata bahwa Dia adalah roti hidup, Dia membuktikannya dengan memberi makan lima ribu orang. Ketika Dia berkata bahwa Dia adalah terang dunia, Dia menyembuhkan mata orang buta untuk menunjukkan bahwa benar Dia adalah terang dunia. Klaim ini bukanlah klaim omong kosong dan hari ini kita melihat bagaimana Dia berurusan dengan orang yang buta.

Orang buta ini telah menderita seumur hidupnya sampai hari di mana ia berjumpa dengan Yesus dan Yesus menyembuhkan dia, karena dia adalah orang yang buta sejak lahirnya. Fakta penderitaan seperti membuat pengetahuan kita tentang Allah yang baik, yang penuh kasih, yang memelihara hidup ini seolah tidak cocok dengan kenyataan hidup. Oleh sebab itu orang sering kali bertanya mengapa ini bisa terjadi. Kita menginginkan jawaban yang jelas dan tuntas untuk pertanyaan: “Mengapa semua ini terjadi?”, namun saya percaya selama kita hidup dan bergumul di dalam dunia ini, tidak akan pernah ada jawaban yang tuntas atas pertanyaan ini. Bahkan ketika John Frame membahas mengenai problem of evil, dia berkata bahwa di surga pun kita tidak akan mendapatkan jawaban yang tuntas mengapa ada penderitaan di bumi ini. Dia tetap berbicara mengenai penderitaan sebagai sebuah misteri.

Fakta mengenai Covid-19 terlihat begitu hebat sampai membuat kita harus membatasi diri kita, bahkan membuat kita harus mengisolasi diri dan membuat ekonomi semakin lama semakin terlihat buruk sehingga berdampak langsung maupun tidak langsung kepada kita. Tetapi kita juga bisa berbicara mengenai hal yang lain. Jika sebelumnya kita berbicara mengenai alam, maka kita juga dapat berbicara mengenai manusia. Kita dapat berbicara mengenai ketidakadilan dan fakta penindasan sehingga ketika kita memerhatikan apa yang terjadi di dalam dunia ini, kita melihat seolah kejahatan menang dan kebenaran kalah. Kita dilukai oleh fakta sedemikian. Kita juga dapat berbicara mengenai gereja yang dibakar atau ditutup meskipun mereka memiliki izin untuk melakukan ibadah dan pemerintah juga tidak dapat berbuat apa-apa. Negara Pancasila yang telah merdeka 75 tahun tetapi masih mengalami situasi sedemikian. Ketika kita melihat situasi ini, luka karena ketidakadilan dan ketidakbenaran menjadi mendalam. Apalagi jika kita membayangkan dan melihat senyum kemenangan dari orang-orang yang berlaku tidak adil. Mereka masih bebas sampai hari ini, bahkan mereka masih dapat tersenyum puas sementara kita ditinggalkan oleh semua yang ada disekitar kita dan kita merasa tidak puas, bahkan kita dilukai oleh banyak sekali pertanyaan seperti: “Di manakah Engkau, Tuhan?”

Pertanyaan: “Mengapa semua ini terjadi?” tidak dapat dijawab secara tuntas. Tetapi jika kita percaya kepada Tuhan dan melihat fakta sedemikian, kita akan bertanya “Di manakah Engkau, Tuhan?”

Pertanyaan ini bukan hanya keluar dari mulut orang yang tidak percaya, tetapi justru keluar dari mulut orang percaya. Tetapi penderitaan sedemikian dapat semakin diperparah dengan pertanyaan orang yang tidak percaya: “Jika memang ada penderitaan dan pergumulan, maka di mana Tuhan?”

Banyak orang yang melihat penderitaan dan pergumulan sebagai bukti bahwa Tuhan tidak ada, seolah ibadah yang kita kerjakan sia-sia. Jika memang Dia adalah Allah yang benar, mengapa ada ketidakbenaran? Jika Dia memang adalah Allah yang adil, mengapa ada ketidakadilan? Jika Dia memang adalah Allah yang baik, mengapa Dia tidak mencegah segala sesuatu yang tidak baik ini agar tidak terjadi? Jika Dia adalah Allah yang mahakuasa, mengapa Dia tidak berkuasa untuk mencegah semua itu?

Ketika orang Kristen berhadapan dengan pertanyaan seperti ini, salah satu alternatif yang biasa dilakukan adalah menipu diri seolah tidak ada penderitaan di dalam dunia ini. Kita berusaha untuk lari dari kenyataan yang sedemikian. Kita tidak ingin mengakui bahwa diri kita menderita. Bukan sesuatu yang salah jika kita mengatakan bahwa hidup ini luar biasa. Ada waktu di mana kita harus mengakui hidup ini luar biasa, tetapi ada waktu juga di mana kita dapat berkata bahwa memang kita menderita. Kita tidak menjadi lebih rohani dengan menyangkali fakta bahwa kita menderita. Ada gereja yang mengajak untuk berpikir positif seolah penderitaan itu hanyalah perasaan kita saja sehingga ketika kita sakit atau menderita, kita menyangkalinya. Inilah yang saya katakan sebagai menipu diri. Iman yang sejati tidak akan menghasilkan penyangkalan terhadap penderitaan dan tidak meniadakan kesulitan. Iman yang sejati hanya membawa kita kepada respon yang benar terhadap penderitaan. Pemazmur selalu berkata kepada Tuhan bahwa dirinya menderita. Ini adalah pengakuan yang jujur. Pemazmur memiliki iman yang sedemikian tetapi dia berkata bahwa ia menderita. Mazmur 23 berkata bahwa pemazmur berjalan di dalam lembah kekelaman karena memang dia sedang berjalan di dalam penderitaan yang begitu hebat seperti berjalan di dalam lembah bayang-bayang maut. Ini adalah pengakuan yang jujur dan Allah menerima pengakuan yang jujur dari orang beriman.

Iman yang sejati membuat kita jujur bahwa kita lemah dan menderita. Tetapi iman yang sejati juga membuat kita mengakui bahwa kita yang menderita ini untuk memberi respon yang tepat terhadap penderitaan yang kita hadapi. Oleh sebab itu Yesus memberi contoh kepada kita mengenai bagaimana orang-orang yang berhadapan dengan penderitaan ini dipimpin oleh Tuhan untuk memberi respon yang benar. Apa yang Yesus lakukan ketika murid- murid bertanya kepada Dia tentang siapa yang berbuat dosa? Yesus tidak menjawab bahwa orang ini tidak memiliki penderitaan. Jika penderitaan yang kita alami hari ini bukanlah sebuah penderitaan, tetapi justru usaha untuk melarikan diri dari fakta, biasanya hal ini menghasilkan ketidakpedulian. Saya kuatir hal ini lahir dari hati yang sudah tidak peduli dengan pergumulan kita. Tetapi jika dia berempati dengan kita, dia mengajak kita untuk bersama-sama melihat fakta penderitaan sebagai penderitaan seperti yang dilakukan oleh Yesus, maka dia adalah Hamba Tuhan yang benar. Yesus tidak berkata kepada murid-murid bahwa penderitaan itu tidak apa-apa. Yesus membuat mereka melihat penderitaan dari perspektif yang benar, namun Yesus tidak menyangkali penderitaan karena orang ini memang menderita dan penderitaan seumur hidup ini menjadi terror bagi dia. Secara fisik dia tidak dapat melihat sejak lahirnya. Maka secara emosional tentu saja dia menderita.

Pada zaman itu buta berarti tidak memiliki jaminan untuk masa depan. Buta bukan hanya gelap secara pengelihatan fisik, tetapi secara psikologis dia juga tahu bahwa masa depannya begitu gelap. Dia tidak dapat menjamin apa-apa dan oleh sebab itu maka dia berharap untuk hidup dari belas kasihan orang lain. Siapa orang di dunia ini yang ingin hidup dari belas kasihan orang lain? Orang-orang lebih suka menjadi orang yang dapat berbagi belas kasihan dari pada jadi orang yang meminta-minta. Apalagi konteks orang Yahudi di mana hidup dari belas kasihan orang lain sama seperti orang mati. Secara fisik dan emosional orang buta ini mengalami penderitaan dan secara spiritual dia tidak dapat masuk ke dalam Bait Allah untuk beribadah. Jika dia tidak dapat masuk ke dalam Bait Allah dan tidak dapat beribadah, maka penghakiman orang Yahudi akan datang kepada dia bahwa dia ditolak oleh Tuhan. Dia najis dan tidak layak di hadapan Tuhan maka Tuhan membuangnya. Hal ini nampak dari pertanyaan di dalam ayat 2. Tetapi, baik dosa dia maupun dosa orang tuanya, memang dia adalah orang berdosa yang tidak layak untuk masuk ke dalam Sinagoge untuk beribadah kepada Allah. Karena dia orang Yahudi maka tentu dia berpikir pula secara Yahudi. Jika dia berpikir secara Yahudi, maka dia akan merasa bahwa dia dibuang oleh Tuhan. Lengkaplah sudah penderitaannya. Hanya satu yang dapat menolong orang yang buta secara fisik sejak lahir, yaitu Tuhan. Jika Tuhan tidak menolong berarti Tuhan sedang membuang dia. Kebutaan adalah masalah yang begitu besar bagi orang Yahudi. Bukan hanya orang tua yang menolak dia, tetapi semua orang menolak, bahkan Tuhan juga menolak sehingga dia tidak dapat beribadah. Secara fisik dia menderita, secara spiritual dia menderita, secara sosial dia juga menderita. Anak yang terlahir buta bagi orang Yahudi dianggap sebagai orang yang berdosa dan bagi keluarga dianggap sebagai aib yang membuat malu.

Ini adalah sebuah teror yang sangat mengerikan bagi orang buta. Tetapi Ketika Yesus datang, Yesus tidak menolak fakta penderitaan. Kita juga tidak perlu menolak fakta penderitaan karena Kej. 3:17 memberi petunjuk kepada kita bahwa kita lahir di dalam dunia yang telah dimurkai oleh Allah sehingga penderitaan adalah fakta yang tidak dapat disangkali. Dunia yang sungguh amat baik ini menjadi dunia yang dikutuk dan dimurkai oleh Allah. Oleh sebab itu bersama dengan orang-orang percaya kita hidup di dalam anugerah yang bersifat umum, tetapi bersama dengan orang percaya dan orang yang tidak percaya kita hidup di dalam kutuk. Semua orang menderita oleh karena Allah telah memurkai alam ini. Siapapun yang lahir di dalam dunia ini pasti mengalami penderitaan sebagai konsekuensi dosa. Tetapi kemudian Tuhan Yesus menggeser cara pikir ini. Benar bahwa penderitaan adalah konsekuensi dosa, namun tidak semua penderitaan terjadi karena dosa. Orang buta ini menderita bukan karena dosa orang tuanya, bukan juga karena dosa dirinya sendiri, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah yang mau dinyatakan di dalam dia. Salib berbicara mengenai penderitaan, tetapi ini bukanlah penderitaan karena dosa melainkan penderitaan oleh karena kita hidup di dalam kebenaran. Dimerdekakan di dalam Kristus berarti kita juga harus siap dengan hati yang rela memikul salib oleh karena menghidupi kebenaran. Salib adalah tanda Kekristenan dan kita tidak dapat menghindarinya. Dengan menanggung salib maka kita menjadi serupa dengan Kristus dan berbeda dengan dunia. Menderita oleh karena dosa, namun kita berbeda dari dunia – pada saat yang sama – karena kita juga menderita karena kebenaran. Di sinilah kita serupa dengan Kristus dan berbeda dari dunia ini. Sekarang kita dapat melihat bahwa tidak semua penderitaan disebabkan oleh karena dosa.

Kristus memberi perspektif yang baru bagi kita, oleh sebab itu kita harus memperbaiki cara pandang yang salah. Yang Yesus inginkan adalah cara pandang yang benar terhadap penderitaan dan kemudian menghasilkan respon yang benar dari penderitaan itu. Maka pertama-tama yang bisa kita lihat adalah Yesus Kristus tidak menolak fakta penderitaan, namun Yesus menginginkan kita memberi respon yang benar ketika kita menderita. Sebenarnya hari ini kita hanya beporos kepada ayat 2&3. Berarti Yesus Kristus pada hari itu mengasumsikan bahwa penderitaan ini terjadi sebagai petunjuk bahwa Allah ada dan Ia sedang bekerja.

Poin pertama yaitu, penderitaan bukanlah bukti bahwa Tuhan tidak ada. Yang namanya bukti selalu bersifat empirik. Maka orang Kristen tidak akan pernah bisa membuktikan bahwa Allah ada meskipun Allah memang ada karena Allah itu roh. Tetapi di sisi yang lain, mereka yang tidak percaya juga tidak dapat membuktikan bahwa Allah tidak ada karena Allah memang tidak dapat dibuktikan secara empirik. Kita tidak dapat membuktikan Dia ada, kita juga tidak dapat membuktikan Dia tidak ada. Tetapi kita dapat berbicara bahwa ada petunjuk tentang Tuhan atau tidak ada petunjuk tentang Tuhan. Maka orang-orang yang tidak percaya biasanya berkata bahwa petunjuk bahwa Tuhan tidak ada adalah penderitaan. Jika Dia baik, mengapa ada penderitaan? Jika Dia adil, mengapa ada ketidakadilan? Ini adalah komentar orang-orang untuk memberi petunjuk kepada kita bahwa Tuhan tidak ada. Tetapi Yesus Kristus memberi petunjuk kepada kita bahwa penderitaan membuktikan bahwa Allah ada. Dia menderita bukan karena dosanya, bukan juga karena dosa orang tuanya, tetapi dia menderita karena pekerjaan-pekerjaan Allah yang ingin dinyatakan di dalam dirinya. Yesus mengasumsikan bahwa Tuhan ada di dalam penderitaan.

R. C. Sproul berkata bahwa penderitaan dan kejahatan tidak bisa ada tanpa kebaikan. Kita hanya akan bisa sakit jantung jika kita memiliki jantung. R. C. Sproul melanjutkan dengan mengatakan bahwa kita tidak dapat mendefinisikan kejahatan atau penderitaan jika kita tidak mulai dengan mendefinisikan kebaikan. Kejahatan tidak bisa ada jika tidak ada kebaikan. Harus ada adil baru kita dapat berbicara mengenai ketidakadilan. Yang ingin dikatakan oleh R. C. Sproul adalah kebaikan selalu mendahului penderitaan yang kita alami. Jika seandainya orang-orang yang tidak percaya berkata bahwa penderitaan adalah petunjuk bahwa Tuhan tidak ada, maka mereka tidak dapat menjawab kebaikan adalah petunjuk atau berasal dari mana. Yang menjadi persoalan yaitu, penderitaan adalah fakta dan terkadang penderitaan itu melukai kita dengan begitu dalam. Bukan karena kita tidak tahu ada penderitaan, tetapi kita sering dilukai oleh penderitaan oleh karena kita tidak melihat secara seimbang. Kita gagal untuk melihat hidup ini secara seimbang sehingga ketika penderitaan terjadi kita dilukai dengan begitu dalam. Kita berfokus kepada penderitaan dan kita melupakan kebaikan Tuhan yang sudah Dia kerjakan seumur hidup kita.

Bukankah lagu ”Hitung Berkat-Mu” merupakan lagu yang bijaksana? Mengapa hari ini kita komplain karena kondisi ekonomi yang buruk? Kita terpukul, kita mengalami segala macam kesulitan, namun kita tidak dapat merasakan hidup sulit hari ini jika sebelumnya kita tidak hidup baik-baik saja. Inilah yang dipersoalkan oleh R. C. Sproul. Kita juga perlu duduk dan menghitung betapa banyaknya berkat Tuhan yang telah dianugerahkan kepada kita sehingga hari ini kita dapat merasakan bahwa berkat yang dulu diberikan dengan berlimpah- limpah itu menjadi berkurang. Di mana ucapan syukur kita ketika kita berhadapan dengan berkat, berhadapan dengan anugerah, berhadapan dengan kebaikan-kebaikan yang Dia berikan kepada kita? Hal ini berbicara mengenai cara pikir kita ketika kita berhadapan dengan penderitaan. Ingatan kepada kebaikan Tuhan sering kali terabaikan. Apakah kita juga bersyukur ketika kondisi ekonomi kita belum menurun? Ketika kita bertanya di mana Tuhan, saya juga dapat bertanya kepada jemaat di mana Anda ketika segala sesuatu yang baik diberikan kepada kita?

Seorang penulis berkata bahwa tidak ada satu hari di mana kita tidak melihat fakta penderitaan. Namun pada saat yang sama dia berkata bahwa kesadaran akan adanya penderitaan adalah sebuah kesadaran yang sebenarnya aneh jika seandainya tidak ada kebaikan. Jika kebaikan tidak ada, maka kita tidak akan mungkin bisa sadar bahwa ada penderitaan. Kita hanya bisa sadar hari ini kita menderita jika sebelumnya kita menikmati begitu banyak kebaikan di dalam kehidupan kita. Kita baru terkejut jika sesuatu yang baik di ambil oleh Tuhan. Maka kita dapat melihat bahwa terkadang yang baik itu diambil oleh Tuhan dan Dia izinkan kita untuk menghadapi kesulitan demi kesulitan supaya kita sadar bahwa terlalu banyak kebaikan yang kita alami sampai kita sudah terbiasa dan kita gagal untuk mengucap syukur. Kita hanya dapat terkejut jika hal-hal yang biasa itu seolah terhenti, seperti matinya listrik contohnya. Bukankah masalah kita sebenarnya adalah bukan karena Tuhan tidak ada, tetapi selama ini kita menganggap Tuhan tidak ada? Maka Tuhan perlu memberikan kesadaran kepada kita melalui penderitaan agar kemudian kita berpikir apakah Tuhan ada atau tidak, lalu kemudian kita memberikan respon yang benar dengan mencari Tuhan yang selama ini memberikan kebaikan demi kebaikan kepada kita.

Penderitaan bukanlah petunjuk bahwa Allah tidak ada. Bagi Kristus, penderitaan adalah petunjuk bahwa Allah ada, maka Dia berkata bahwa buta bukanlah karena dosa orang ini atau karena dosa orang tuanya, tetapi buta ada karena Allah ingin melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu di dalam diri orang ini. Maka sekali lagi Yesus mengasumsikan bahwa Allah ada di dalam penderitaan kita. Saya tidak tahu apa yang menjadi pergumulan paling mendalam bagi kita hari ini, tetapi Allah ada di dalam penderitaan. Jika kita adalah umat pilihan Allah, kita adalah orang Kristen yang berjalan bersama-sama dengan Allah, maka kita akan melihat bahwa Allah ada di dalam pergumulan kita.

Poin kedua yang Yesus berikan kepada murid- murid-Nya juga diberikan kepada kita sebagai orang Kristen ketika berhadapan dengan fakta penderitaan. Penderitaan bukan hanya petunjuk bahwa Allah ada, tetapi penderitaan menunjukkan kepada kita akan kemahakuasaan dan kemuliaan Allah. Dengan demikian kita memiliki pengharapan di dalam situasi yang sulit. Dia bukan hanya ada di dalam penderitaan, tetapi Dia juga bekerja di dalam penderitaan. Kebutaan orang itu sejak lahir tidak terjadi di luar kontrol Allah. Tentu saja Tuhan tidak dengan sengaja membutakan matanya agar Tuhan dapat menyatakan kemuliaan-Nya. Tetapi kita dapat mengatakan bahwa Tuhan mengizinkan situasi seperti ini terjadi agar setelah tepat waktu- Nya, Allah datang menaklukan kebutaan itu dan menyatakan kemuliaan-Nya. Jika Tuhan tidak tahu Adam dan Hawa akan jatuh di dalam dosa, maka Dia bukanlah Tuhan. Allah di dalam kedaulatan-Nya juga sanggup untuk menahannya, namun Allah mengizinkan hal itu terjadi. Demikian juga ketika kita berbicara mengenai penderitaan. Jika Tuhan mau, Dia dapat menahan sehingga tidak ada penderitaan. Tetapi juga karena Tuhan berdaulat, maka modusnya tidak hanya satu. Jika Tuhan hanya bisa menahan supaya selalu terjadi yang baik dan Tuhan tidak dapat mengizinkan sesuatu yang tidak baik terjadi, maka Dia bukanlah Tuhan karena Dia tidak berdaulat. Jika Dia berdaulat maka Dia dapat berkata ”Ya” dan juga dapat berkata ”Tidak.” Terhadap orang yang buta sejak lahir ini Tuhan dapat mengizinkan hal itu terjadi. Tetapi Tuhan juga menunjukkan kepada kita bahwa orang ini Tuhan izinkan buta karena Tuhan ingin mengerjakan sesuatu di dalam kehidupannya. Tuhan ingin menyatakan diri kepada orang buta ini. Tuhan ingin menyatakan diri-Nya, kuasa-Nya, kemuliaan-Nya kepada orang yang menderita ini karena dia adalah umat pilihan Tuhan.

Sebelumnya, Yesus menyencelikkan mata orang buta, yaitu Bartimeus (Mrk. 10:46). Bagi saya, Bartimeus dianugerahkan iman oleh Tuhan, barulah Tuhan menganugerahkan kesembuhan. Tetapi kepada orang buta ini Tuhan menganugerahkan kesembuhan, barulah nanti Tuhan akan menganugerahkan iman kepada dia. Maka Tuhan bekerja tidak melalui modus semata-mata, tetapi Tuhan dapat bekerja dengan berbagai macam cara untuk menyembuhkan orang buta ini. Karena orang buta ini memiliki latar belakang sebagai orang Yahudi, maka dia akan mengerti bahwa Kel. 4:11 & Maz. 146:8 berbicara bahwa hanya YHWH yang dapat menyembuhkan mata orang buta. Di dalam PL ada catatan bahwa Tuhan membutakan lalu mencelikkan kembali mata manusia melalui doa Elisa (Bd. 2 Raj. 6:18-20), tetapi tidak ada catatan di dalam Alkitab mengenai orang yang buta sejak lahir disembuhkan oleh para nabi. Mata yang buta menjadi terang dan dapat melihat adalah pekerjaan YHWH semata-mata. Yes. 29:18, 35:5, 42:7 berbicara mengenai Mesias yang jika datang maka Ia akan menyembuhkan mata orang buta. Ini adalah salah satu indikasi karena nabi-nabi di dalam PL tidak dapat mencelikkan mata orang buta. Maka salah satu tanda yang paling jelas bagi orang Yahudi bahwa Mesias datang adalah kesembuhan orang buta.

Orang buta ini adalah orang Yahudi yang tahu tanda-tanda Mesianik. Dia juga tahu pekerjaan Allah yang adalah terang, yang mencerahkan mata orang yang buta. Ini adalah tanda yang begitu penting untuk mengenal Mesias dan Allah mereka. Maka setelah Yesus menyembuhkan kebutaan orang ini, orang ini sadar siapa Yesus. Istilah “Anak Manusia” di dalam Yoh. 9:35-38 sebenarnya merupakan sebuah istilah yang bersifat ilahi (Dan. 7:13). Kata “Tuhan” (Yun. kurios) dalam ayat 36 seharusnya diterjemahkan sebagai “tuan.” Lalu pada kata “Tuhan” (Yun. kurios) dalam ayat 38, kita dapat menafsirkan bahwa ia telah percaya terhadap keilahian Yesus melalui tindakan sujud menyembah kepada Yesus Kristus.

Allah menyatakan kemuliaan-Nya di dalam penderitaan umat pilihan-Nya. Allah menyatakan kemahakuasaan dan kehadiran-Nya di dalam hidup orang buta ini karena Dia adalah umat pilihan. Allah telah hadir di dalam hidup-Nya, bahkan sebelum dia percaya. Kita dapat belajar bahwa jika Tuhan hadir di dalam kehidupan umat pilihan sebelum mereka percaya, seharusnya kita memiliki dasar yang lebih kuat untuk percaya bahwa Allah hadir di dalam kehidupan kita setelah kita percaya.

Israel adalah umat pilihan Allah, lalu Allah datang kepada Musa dan berkata bahwa Dia mendengar Israel berteriak meminta tolong oleh karena tekanan orang Mesir. Kapan Allah mendengar mereka dan bertindak untuk menolong mereka sebelum mereka mengenal siapa Tuhannya? Yos. 24:14 berkata bahwa mereka yang di Mesir itu adalah penyembah-penyembah berhala. Mereka bukan menyembah YHWH, bahkan mereka sudah tidak lagi mengenal siapa nama Allah yang sejati itu sehingga Musa bertanya bagaimana tentang nama- Nya, sehingga Musa dapat memberi tahu kepada Israel ketika Israel bertanya tentang nama Allah. Semua bangsa di sekitar mereka tahu siapa nama allah mereka. Tetapi sebelum orang Israel tahu nama “YHWH” dan sebelum Israel menyembah Dia sebagai YHWH, Allah telah bekerja dan mendengar pergumulan mereka dan Allah memutuskan untuk menyelamatkan mereka. Sama seperti orang buta ini di mana sebelum ia mengenal dan menyembah Kristus, Kristus menyembuhkan dia karena Tuhan hadir di dalam penderitaannya. Maka pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita merasa bahwa kita adalah umat pilihan Allah? Jika kita adalah umat pilihan Allah dan Dia hadir di dalam hidup kita sebelum kita percaya, maka setelah kita percaya seharusnya kita memiliki dasar yang lebih kuat untuk percaya bahwa Dia hadir dan bekerja di dalam kehidupan kita.

Apakah Anda percaya bahwa Anda adalah umat pilihan Allah di tengah-tengah penderitaan hari ini? Jika kita percaya bahwa kita adalah umat pilihan Allah dan telah diselamatkan Allah oleh karena pemilihan itu, maka kita memiliki dasar untuk percaya kepada Allah lebih lagi. Allah bekerja di tengah-tengah penderitaan untuk menyatakan kemahakuasaan dan kemuliaan bagi kita sebagai umat pilihan. Allah menyatakan kemahakuasaan dan kemuliaan-Nya bukan hanya bagi umat pilihan, tetapi melalui penderitaan umat pilihan.

William Barclay berkata bahwa ketika orang percaya menderita, Allah memberi kemampuan bagi orang percaya yang menderita untuk menunjukkan bahwa Tuhan sedang bekerja di dalam hidupnya. Ketika penderitaan menimpa mereka yang tidak percaya, penderitaan itu dapat menghancurkan mereka. Tetapi ketika penderitaan menimpa orang percaya yang sedang berjalan bersama-sama dengan Tuhan, penderitaan hanya akan memperlihatkan kekuatan, keindahan, daya tahan, dan keagungan yang Allah letakkan di dalam diri dan di dalam hati orang percaya. William Barclay berkata bahwa penderitaan di dalam kehidupan orang percaya akan dipakai oleh Allah untuk menyatakan kemuliaan Allah. Penderitaan itu hanya akan menunjukkan kepada dunia ini bahwa Allah sedang bekerja di dalam kehidupan orang percaya. Hal itu akan menunjukkan karakter agung yang Allah letakkan di dalam kehidupan kita. Kita juga harus percaya bahwa kejahatan dan kegelapan tidak akan menang karena Allah tidak diam. Allah akan menyatakan diri dan kemuliaan-Nya melalui situasi itu. Tetapi jangan juga hanya percaya. Jika kita adalah orang-orang yang percaya, maka berjuanglah agar kejahatan dan kegelapan itu tidak menang.

R. C. Sproul berkata bahwa jika Allah baik dan Dia berdaulat, maka kebenaran pasti menang. Tetapi jika kebenaran belum tampak menang, bahkan tampak kalah hari ini, maka imanilah bahwa kebaikan dan kedaulatan Allah akan membawa kebenaran itu kepada kemenangan. Yesus berkata bahwa Dia adalah terang dunia. Terang dunia adalah terang yang menerangi kegelapan yang paling gelap di dalam dunia ini. Istilah “Akulah terang dunia” adalah sebuah deklarasi bahwa Dia memerangi kegelapan di dalam dunia ini. Dan jika Dia adalah terang dunia, maka Dia bukan hanya memerangi kegelapan, tetapi Dia akan menang atas kegelapan. Kita dapat merasakan kepahitan, kita dapat merasakan penderitaan, bahkan kita dapat merasakan ketidakadilan terhadap orang percaya. Tetapi suatu saat nanti pribadi ini akan muncul sebagai Tuhan dan Raja, sehingga semua lutut bertelut dan semua lidah mengaku bahwa Dia adalah Tuhan.

Alkitab berkata bahwa roh yang ada di dalam kita lebih besar dari roh yang ada di dalam dunia ini. Maka Alkitab memberi petunjuk bahwa setiap orang percaya yang di dalamnya ada Kristus sebagai Tuhan dan Raja, mereka tidak akan mungkin kerasukan setan. Alkitab mencatat yang mengalami kerasukan setan hanyalah orang yang tidak percaya karena di dalamnya tidak ada roh yang lebih besar dari seluruh dunia ini. Alkitab juga mengatakan bahwa jika ada orang yang sebelumnya adalah Kristen lalu sekarang menjadi bukan Kristen, 1 Yoh. 2:18-19 berkata bahwa mereka sesungguhnya bukanlah orang percaya yang sejati. Kristus tidak pernah ada di dalam hatinya. Jika Kristus pernah ada di dalam hatinya, maka Kristus inilah yang akan menjaga umat-Nya. Maka tidak akan ada penderitaan atau sesuatu yang dapat memisahkan orang percaya dari Kristusnya. Tetapi jika ada pemimpin agama yang imannya goncang karena melihat sesuatu pada tanda salib, hal itu menunjukkan bahwa betapa kecilnya allah mereka. Allah dapat mempermalukan orang yang nampak pintar.

Di tengah aniaya terhadap gereja, Allah yang ada di dalam gereja menyatakan siapa diri-Nya. Terkadang kita menjadi Kristen yang inferior, tetapi lihatlah dari perspektif yang lain dan kita akan melihat superioritas iman Kristen. Meskipun gereja ditutup atau dibakar kita masih tetap dapat beribadah karena Allah kita maha hadir sehingga kita dapat beribadah di manapun. Iman kita pun tidak perlu goncang karena aniaya yang sedemikian karena Allah kita adalah Allah yang hadir bersama-sama dengan kita. Berbeda dengan allah yang tidak dapat melihat, tidak dapat mendengar, dan tidak dapat menjaga domba-dombanya. Suatu saat nanti kita akan sampai kepada Kristus yang adalah gembala dan Dia akan pelihara kita. Kita juga akan melihat bahwa di dalam kesulitan atau lembah bayang- bayang maut, Dia tetap dapat memelihara kita. Kepada siapa kita mau percaya? Kepada Kristus yang adalah terang dunia, atau kepada yang lain?

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – YC)