Eksposisi Kitab Yudas #6

Posted on

Yudas 1:14-16
Pdt. Johanis P. Kamuri, M.Th., M.Hum.

Setelah Yudas menjelaskan banyak hal mengenai orang-orang yang hadir di dalam jemaat lalu menyesatkan jemaat, maka sekarang Yudas menjelaskan bagian akhir mengenai para penyesat itu. Pembicaraan mengenai para penyesat itu sudah dilakukan oleh Yudas mulai dari ayat 3. Pembicaraan yang panjang itu mendeskripsikan kepada jemaat dengan begitu jelas siapa mereka dengan satu alasan, yaitu agar jemaat mengenali siapa mereka kemudian menghindari mereka. Sekarang Yudas – yang telah mengutip begitu banyak ayat di dalam Perjanjian Lama – melanjutkan ajarannya dengan mengutip satu Kitab yang cukup terkenal, yaitu Kitab Henokh.

Dalam ayat 14b-15 Yudas mengutip nubuat Henokh di dalam 1 Henokh 1:9 dan hal ini menjadi menarik. Di dalam tulisan yang ditulis oleh seorang penulis yang diinspirasi oleh Allah, dia mengutip satu Kitab yang oleh gereja Protestan tidak diterima sebagai tulisan yang berotoritas sebagai firman Allah. Kita menerima tulisan ini sebagai tulisan yang bersifat historis, kita menerima tulisan ini sebagai tulisan yang mungkin dapat dikatakan religius, tetapi kita tidak menerima otoritasnya sebagai firman Allah. Pertanyaannya adalah, mengapa Yudas harus mengutip Kitab ini? Pertama, pada masa itu Kitab Henokh adalah salah satu Kitab yang disebut sebagai tulisan religius atau tulisan historis yang sangat dikenal oleh orang-orang di zaman Yudas, karena Kitab ini memang merupakan sebuah Kitab yang sudah sangat dihargai dua abad sebelum Yesus Kristus dan dua abad setelah Yesus Kristus. Kita mengakui bahwa ada kebenaran-kebenaran historis di dalamnya, kita juga dapat mengakui bahwa Kitab ini akan menolong orang-orang pada masa itu untuk mengerti secara religius ajaran-ajaran Yahudi. Tetapi kita tidak harus menerimanya sebagai tulisan yang diinspirasi. Bahwa Kitab ini dikutip oleh Yudas, hal ini tidak berarti bahwa tulisan ini diinspirasi oleh Allah, memiliki bobot dan memiliki otoritas seperti Perjanjian Lama. Adalah hal yang biasa untuk mengutip tulisan-tulisan yang ada kebenarannya secara umum pada masa itu dan Allah menggunakannya sebagai inspirasi. Kita bisa melihat bahwa penulis-penulis yang diinspirasi, digerakkan oleh Allah untuk menggerakkan kebenaran-kebenaran umum di dalam tulisan yang sifatnya terinspirasi.

Kita akan melihat bahwa Allah bukan hanya memakai tulisan yang terinspirasi, tetapi Allah mengunakan atau memanfaatkan dan memakai hal-hal yang hari ini kita sebut sebagai kebenaran umum.

Dalam konsep teologia Reformed kita melihat ada dua macam Kitab. Yang pertama, Alkitab sebagai Kitab Suci dan yang kedua, kebenaran-kebenaran yang Allah letakkan di dalam alam ini yang diteliti dan ditemukan oleh manusia. Karena kebenaran di dalam alam dan kebenaran di dalam Kitab Suci berasal dari satu Allah yang sama, maka dua hal ini tidak mungkin berkontradiksi jika kita membaca dan menafsirkannya dengan tepat. Jika kita menafsirkan dengan tepat maka kebenaran di dalam alam maupun kebenaran di dalam Kitab Suci akan memiliki korespondensi satu dengan lainnya. Jika kita salah menafsirkan Alkitab, maka kita bisa saja salah ketika membaca kebenaran di dalam alam. Jika kita menghidupi spiritualitas yang sejati, maka kita tidak akan pernah bisa berhenti dan tidak akan pernah bisa puas di dalam usaha untuk mencari kebenaran karena kebenaran di dalam Alkitab maupun kebenaran di dalam alam ini ketika ditemukan, hal itu akan mencerahkan dan mempertajam pikiran dan pemahaman kita, bahkan meluaskan kapasitas kita. Sementara kita belajar di bidang yang lain, kebenaran firman Allah mungkin akan menolong kita untuk tahu bagaimana mengaplikasikan ilmu di dalam bidang masing-masing dengan benar. Baik itu kebenaran umum maupun kebenaran khusus, keduanya dipakai oleh Tuhan. Bahkan Kitab Apokrifa yang terkadang disikapi dengan negatif oleh orang Kristen Protestan, ternyata Tuhan masih memakainya. Tetapi ada satu kepentingan ketika Yudas mengutip dari Kitab Apokrifa, yaitu pribadi Henokh. Henokh merupakan keturunan ketujuh dari Adam. Memang jika kita melihat di dalam silsilah ia ditempatkan sebagai nama yang ketujuh. Tetapi angka tujuh adalah angka sempurna sehingga sebenarnya pertama-tama yang ingin dikatakan oleh Yudas adalah coba perhatikan Henokh, perhatikan berita yang ia sampaikan, dan perhatikan baik-baik bagaimana hidupnya. Sehingga ini adalah kalimat yang digunakan untuk menarik perhatian jemaat agar memerhatikan hidup Henokh. Yang kedua, yaitu apa yang disampaikan oleh Henokh. Apa yang dilakukan oleh Henokh? Di dalam Kejadian 5:2-24 dikatakan bahwa Henokh bergaul dengan Allah. Di dalam bahasa asli seharusnya diterjemahkan dia berjalan bersama-sama dengan Allah. Ini adalah idiom Ibrani untuk berbicara mengenai relasi yang sangat intim. Henokh memiliki relasi yang sangat intim dengan Tuhan dan ciri orang yang berelasi intim dengan Tuhan bukanlah hal-hal spektakuler yang dia lakukan di dalam hidupnya, tetapi ciri dari orang yang berelasi intim dengan Tuhan adalah dia mengenal pribadi Allah, dia paham kehendak Allah, dan emosinya cocok dengan emosi Allah. Ketika dikatakan bahwa Henokh berjalan berjalan bersama-sama dengan Allah, dapat dikatakan sebagai satu frekuensi. Henokh menjadi peka untuk melihat situasi zamannya sehingga kemudian dia bernubuat. Henokh hidup sebelum Nuh. Nubuatnya adalah nubuat yang mengantisipasi tiga generasi setelah itu. Setelah Henokh, ada tiga nama setelahnya dan air bah datang. Tetapi bisa kita perhatikan bahwa jika ini adalah tulisan yang dicatat dan diakui kebenarannya, bahkan oleh Allah yang menginspirasi firman, maka kalimat Henokh adalah kalimat dari orang yang mengenal Tuhan dengan baik dan ketika dia melihat situasi bangsanya, dia dengan tepat memprediksi apa terjadi karena dia tahu isi hati Tuhannya. Relasi yang intim dengan Tuhan tidak nampak melalui hal-hal yang spektakuler yang kita lakukan. Maka perbuatan-perbuatan spektakuler bukan penentu kita bergaul intim dengan Tuhan. Relasi yang intim dengan Tuhan adalah pengenalan pribadi dengan Tuhan. Istilah “mengenal” berbicara mengenai keselamatan, tetapi juga berbicara mengenai perjuangan terus menerus untuk mengenal kebenaran sehingga kita paham apa yang menjadi kehendak Allah, apa yang diinginkan oleh Allah. Kita juga menyesuaikan emosi kita dengan Tuhan. Dia berbicara mengenai apa yang akan terjadi dan kemudian di dalam nubuat itu dia mengatakan bahwa suatu saat nanti Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya. Apa yang dia maksud? Sebelum kita masuk lebih jauh, yang perlu kita perhatikan adalah Matius 24:30-31 & Matius 25:31 memberi petunjuk kepada kita bahwa yang dimaksud dengan orang-orang kudus adalah malaikat-malaikat-Nya. Di dalam Kitab Henokh pun ketika dia mengatakan beribu-ribu orang kudus, kalimat selanjutnya berbicara mengenai malaikat-malaikat yang datang bersama-sama dengan Allah untuk menghakimi dunia. Yang ingin saya ingatkan adalah sering kali ekspektasi kita adalah kitalah yang akan datang bersama dengan Yesus untuk menghakimi dunia. Ayat ini membuat orang Kristen menjadi realistis bahwa nanti Allah akan datang dan menghakimi bukan bersama-sama dengan kita, tetapi Dia datang bersama para malaikat-Nya.

Henokh mengatakan bahwa ketika Tuhan datang di akhir zaman, dua hal yang Dia lakukan: pertama, Dia akan menghakimi kita. Istilah “menghakimi” berarti memberi keputusan yang legal, memberi keputusan yang sah tentang benar dan salah, tentang berkat dan kutuk sebagai konsekuensi dari benar dan salah. Sehingga ada dua hal yang ingin dikatakan oleh Henokh. Pertama, ketika Tuhan datang di akhir zaman, Dia akan menentukan mana benar dan mana salah. Dia akan menentukan penghukuman atau berkat dan tidak ada lagi kesempatan untuk berubah. Yang ingin dikatakan oleh Yudas kepada jemaat pada masa itu adalah jika mereka masih memiliki kesempatan untuk bertobat dan berubah, maka ambil kesempatan itu karena kita sedang hidup di dalam masa anugerah. Sebelum Dia datang untuk menghakimi kita di akhir zaman, kita sedang hidup di dalam satu zaman yang disebut sebagai masa anugerah. Kesempatan untuk menyesal adalah sekarang. Kesempatan untuk bertobat adalah sekarang. Kita harus mengambil kesempatan ini karena kalimat Henokh memberi petunjuk bahwa kita bukan hanya hidup di dalam masa anugerah, tetapi kesempatan yang kita miliki juga sangat terbatas. Di akahir zaman nanti hal pertama yang akan Dia lakukan adalah menghakimi kita. Kedua, menurut catatan Yudas mengenai Henokh, Dia akan meyakinkan orang-orang yang Dia hakimi bahwa penghakiman-Nya adalah benar. Jadi ketika Dia datang, Dia bukan hanya menghakimi, tetapi Dia akan meyakinkan orang-orang yang dihakimi bahwa mereka memang layak ada di sana. Ketika Allah ingin menyatakan bahwa sesesorang bersalah dan layak untuk dihukum dan ia tidak dapat menghindarinya, Allah akan membuktikannya.

Thomas Manton mengatakan bahwa ada tiga cara Allah memberi keyakinan kepada orang-orang fasik bahwa mereka tidak bisa lari dari penghakiman dan mereka pasti bersalah.

Pertama, Allah akan meyakinkan mereka dengan cara Allah menyatakan kepada mereka siapa diri-Nya. Ketika Allah menyatakan kepada mereka bahwa Dia adalah pribadi yang ilahi, pada saat itu tidak ada yang bisa menghindar. Konteksnya adalah penolakan terhadap Kristus. Filipi 2 sudah mengafirmasi bahwa ketika Dia datang nanti di akhir zaman, semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku. Berarti orang percaya maupun orang tidak percaya hari itu pikirannya akan terbuka ketika mereka melihat Yesus bahwa Dia adalah Tuhan. Orang percaya dan orang tidak percaya sama-sama akan mengenal dengan benar siapa Yesus Kristus hari itu sehingga orang percaya bersukacita karena selama ini mereka benar menyembah Kristus sebagai Tuhan, tetapi orang-orang yang tidak percaya akan menyesal karena mereka tidak menundukkan diri mereka kepada Kristus sebagai Tuhan. Mungkin kita juga bisa menyesal karena kita mengakui Yesus sebagai Tuhan, tetapi cara hidup kita tidak mempertuhankan Dia. Allah akan menuntut pertanggungjawaban atas cara hidup kita.

Kedua, bagaimana Allah meyakinkan orang yang tidak percaya bahwa mereka layak untuk dihukum? Thomas Manton memakai istilah hati nurani mereka akan dipakai oleh Allah untuk bersaksi melawan mereka. Ketika kita ingin melakukan sesuatu yang tidak benar, hati nurani berdiri pada posisi yang bersebrangan dengan kita. Dia melarang kita melakukannya. Jika kita tetap melakukannya, maka hati yang tadinya melarang sekarang berubah menjadi hati yang menuduh kita. Paulus berkata bahwa hal ini terjadi karena Allah telah menulis hukum-hukum-Nya di dalam hati kita. Dan karena Allah telah menulis hukum-Nya di dalam hati kita, maka suatu saat nanti hati nurani ini akan bersuara entah untuk menuduh kita atau membela kita. Di dalam penghakiman nanti, penghakiman itu tidak akan berlangsung panjang karena ada kesaksian dari kita sendiri bahwa Dia adalah Tuhan.

Yang dibicarakan oleh Yudas adalah dosa, yaitu tindakan atau perkataan yang melawan kesaksian Roh Kudus di dalam kehidupan manusia mengenai siapa Kristus dan apa yang seharusnya dikerjakan oleh orang percaya. Maka urusan taat dan tidak taat sebenarnya adalah urusan yang sensitif. Ketika kita diinjili oleh seseorang, orang itu menyampaikan kebenaran tetapi kita melawan dia, maka suatu saat nanti Tuhan mungkin akan memakai mereka untuk bersaksi melawan kita. Pembicaraan mengenai kebenaran sering kali merupakan pembicaraan yang menyakiti hati kita tetapi kita harus melakukannya. Saya tidak mengatakan dengan motivasi agar nanti kita akan menjadi alat Tuhan untuk menghakimi seseorang, tetapi kita berharap dengan apa yang kita katakan kemudian Tuhan mengubah hidupnya dan menyelamatkannya. Allah bukan hanya menghakimi, tetapi karena Dia adalah Allah yang adil, Dia akan meyakinkan kita, memastikan kita tahu bahwa jika kita tidak percaya maka kita layak berada di sana. Maka saya percaya penghakiman nanti akan berjalan dengan singkat. Allah cukup berdiri dan mengatakan bahwa ia yang berada di neraka memang layak ada di neraka dan mereka yang ada di sorga tidak layak berada di sorga, namun karena Kristus maka mereka dilayakkan untuk berada di sana dan penghakiman berakhir dalam waktu yang sangat singkat. Kita tahu bahwa Dia adalah Allah dan Dia adalah hakim yang adil. Sekali lagi Henokh memberi peringatan kepada kita dan Yudas memakainya untuk memberi petunjuk kepada kita bahwa kita perlu mengambil kesempatan ketika Tuhan masih memberikannya kepada kita.

Ayat 14-15 berfokus kepada apa yang dikatakan oleh Henokh mengenai penghakiman Allah, mengenai apa yang dilakukan oleh Allah ketika Dia menghakimi. Tetapi ayat 16 memberi penjelasan kepada kita mengapa mereka dihakimi. Pertama, mereka dihakimi karena mereka itu adalah orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya. Di dalam bahasa asli diterjemahkan sebagai komplain atau bersungut-sungut. Istilah “bersungut-sungut” berarti tidak puas terhadap kata atau tindakan terhadap pribadi tertentu sehingga melakukan konfrontasi. Jika ini adalah artinya, maka bersungut-sungut sebenarnya bisa dilihat dengan konteks positif dan negatif (bd. Kis. 6:1). “Komplain” di dalam Kitab Yudas adalah negatif karena mereka tidak puas terhadap kata-kata yang benar, yang disampaikan oleh orang-orang yang benar. Mereka tidak puas terhadap kebenaran yang disuarakan oleh Allah melalui pemimpin-pemimpin jemaat pada masa itu. Maka mereka melawan orang-orang yang berdiri di atas kebenaran. Mereka bertindak seolah Allah berlaku tidak adil kepada mereka. Persungutan terjadi ketika kita tidak puas terhadap kebenaran dan tidak puas terhadap berkat Allah di dalam kehidupan mereka. Persungutan terjadi ketika kita tidak puas dan kita menginginkan lebih. Kita gagal untuk bersyukur. Kita gagal untuk menyesuaikan diri dengan berkat-berkat yang Allah berikan. Sebaliknya, kita menuntut Allah untuk menyesuaikan berkat-Nya dengan apa yang kita inginkan. Hal ini memberi petunjuk bahwa kita tidak beriman kepada Allah. Kita gagal beriman bahwa Dia adalah Allah yang baik yang dengan bijaksana-Nya telah menentukan bahwa yang Dia berikan adalah cukup dan baik bagi kita. Saya juga tidak mengatakan bahwa kita cukup berpuas dengan apa yang kita miliki hari ini, tetapi kita berjuang untuk yang lebih baik. Kita harus menyesuaikan diri kita dengan kondisi di mana Allah menempatkan kita hari ini. Jika tidak, maka kita masuk ke dalam kelompok orang-orang yang dikecam oleh Yudas di dalam ayat 16.

Ayat 16 mengatakan bahwa mereka menuruti hawa nafsunya. Di dalam bahasa aslinya seharusnya diterjemahkan hasrat berdosa mereka. Dan lagi-lagi jika kita berbicara mengenai hasrat, konteksnya bisa positif dan negatif. Hasrat menjadi berdosa ketika kita tidak bisa mengendalikannya. Alkitab memberi peringatan kepada kita bahwa kita yang harus mengendalikan segala sesuatu di dalam diri kita karena kita adalah orang yang merdeka. Ketika kita tidak bisa mengontrol hasrat yang ada di dalam diri kita, maka ia akan menjadi tuan atas diri kita. Alkitab memberi petunjuk kepada kita bahwa orang yang bebas bukanlah orang yang tunduk kepada keinginannya, tetapi orang yang bebas setelah diselamatkan oleh Allah, Allah hadir melalui Allah Roh Kudus dalam hidupnya sehingga hidupnya dipimpin berdasarkan firman Tuhan untuk menaklukan hasrat berdosa di dalam dirinya. Yesus berbicara mengenai kebebasan yang sejati. Orang Kristen berbicara mengenai kemampuan untuk menekan, kemampuan untuk mengontrol kecenderungan dosa yang ada di dalam dirinya. Oleh sebab itu Yudas mengecam mereka bahwa mereka pasti akan dihakimi karena mereka diperbudak oleh hawa nafsu mereka.

Istilah “menjilat orang untuk mendapatkan keuntungan” di dalam teks asli seharusnya diterjemahkan “berpihak untuk mendapatkan keuntungan”. Sebenarnya di dalam dunia ini tidak ada orang yang tidak berpihak, karena kita tidak mungkin tidak berpihak. Tetapi apa yang dimaksud dalam teks ini? Ada keberpihakan yang tulus dan ada yang tidak. Keberpihakan yang tulus ditandai oleh keberpihakan kita kepada kebenaran. Sedangkan keberpihakan yang tidak tulus berkaitan dengan keberpihakan kepada kelompok atau pribadi tertentu karena kepentingan. Alkitab mengatakan bahwa kita harus berpihak kepada kebenaran. Ini bukan masalah kepentingan, tetapi kepada siapa kita harus berpihak.

Kekristenan diwarnai oleh ciri, yaitu keberpihakan kepada kebenaran. Dan sering kali oleh karena kita berpihak kepada kebenaran maka salib mengikuti kita. Menyangkal diri dan memikul salib adalah ciri yang tidak boleh tidak ada di dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah-YC)