Yoh. 10:1-5
Pdt. J. Putratama Kamuri
Dalam konteks gembala yang baik kita akan menemukan klaim Yesus: “Akulah pintu” di dalam ayat 7, kemudian di dalam ayat 11 dan seterusnya kita akan menemukan Klaim Yesus: “Akulah gembala yang baik.”
Di dalam sejarah Israel, pemimpin-pemimpin Israel selalu disebut sebagai gembala. Entah itu pemimpin gereja atau orang tua, mereka dilihat sebagai gembala. Di dalam sejarah hidup Israel maupun di dalam sejarah hidup orang Kristen, kita akan menemukan bahwa banyak orang yang disebut sebagai gembala. Israel juga melihat satu pemimpin kepada pemimpin yang lain. Tetapi pada sauatu saat nanti mereka akan sadar bahwa pemimpin terbaik sekalipun bukanlah pemimpin yang sempurna. Itu sebabnya Alkitab selalu dengan sangat jujur menceritakan mengenai orang-orang yang paling hebat sekalipun tetapi tetap dicatat dosa-dosanya supaya ketika kita memerhatikan sehebat apapun mereka, kita bukan kagum kepada dia, tetapi kita kagum kepada Allah yang telah memilih dan memakai dia. Kita juga akan melihat di balik seluruh ketidaksempurnaan itu Allah menyimpan sebuah harapan bagi gereja supaya kita melihat kepada Dia yang sempurna. Tetapi kita harus melihat bahwa konteks di dalam PL adalah pemimpin-pemimpin yang tidak sempurna. Dan di dalam konteks pergumulan hari itu ketika Yesus melayani orang-orang ini dan mereka mendengar dua klaim Yesus: “Akulah pintu” & “Akulah gembala yang baik”, konteksnya juga adalah pemimpin-pemimpin yang bukan hanya tidak sempurna, tetapi gagal.
Maka hal pertama yang akan kita lihat dari ayat 1-6 adalah klaim-klaim Kristus yang memberi petunjuk kepada kita bahwa Dia adalah gembala yang agung yang dijanjikan Allah di dalam PL dan yang gagal direpresentasikan oleh seluruh pemimpin Israel. Di dalam konteks Yoh. 9 kita menemukan bahwa Yesus menyembuhkan mata orang buta. Hari itu kebutaan adalah sebuah terror. Kebutaan adalah ekspresi dari ketidakberdayaan dan ketiadaan pengharapan. Orang yang terlahir buta akan menjadi orang yang putus asa karena mereka seolah-olah tidak memiliki pengharapan. Mereka juga tidak memiliki penolong secara jasmani maupun secara rohani. Ketika Yesus melepaskan orang buta ini dari kebutaannya, orang ini bukan hanya menikmati mujizat yang besar, tetapi dia dilepaskan dari kegelapan, dari teror dan dari situasi yang tak berpengharapan. Orang yang lumpuh dan orang yang buta akan dikucilkan dari keluarga mereka, apalagi konteksnya di dalam Yoh. 9 adalah orang yang buta sejak lahir dianggap sebagai orang yang berdosa, entah karena orang tuanya atau karena dirinya sendiri, namun dia dikatakan berdosa sejak lahir sehingga tidak layak untuk mengajari orang-orang Yahudi itu. Ia ditolak oleh komunitasnya, bahkan ia ditolak oleh konteks rumah Allah. Orang ini tersendiri dan ketika Yesus datang, Yesus membuka akses. Bukan hanya karena matanya melek maka ia akan diterima oleh keluarganya. Bukan hanya dengan mata yang dibukakan oleh Allah berarti masyarakat tahu bahwa ia bukan lagi orang yang najis dan layak diterima di dalam masyarakat, bahkan dia boleh datang dan masuk ke dalam rumah Tuhan. Yesus membuka akses bagi orang ini untuk memulihkan relasinya dengan keluarganya, relasinya dengan masyarakatnya, dan yang paling penting adalah pemulihan relasi dengan Allah.
Setiap kali Yesus melayani, kita akan melihat salah satu cirinya adalah pemulihan. Ketika Yesus memulihkan wanita yang sakit perdarahan selama 12 tahun, perempuan itu najis selama 12 tahun dan itu berarti perempuan itu tertolak oleh masyarakatnya. Oleh sebab itu jika dia datang untuk menjumpai Yesus maka dia harus datang dengan sembunyi-sembunyi. Dia tidak dapat hadir di tengah orang banyak dan berkata fakta tentang dirinya. Dia harus menyembunyikan identitasnya kemudian menyentuh jumbai jubah Yesus. Setelah Yesus menyembuhkan dia, Yesus tidak diam. Di tengah-tengah desakkan orang banyak itu Yesus berdiri kemudian seolah Yesus benar-benar ingin orang itu mengakui bahwa dia yang telah menyentuh jumpai jubah-Nya. Bahkan Petrus marah karena begitu banyak orang yang mengelilingi Yesus. Pertanyaan Yesus begitu irasional, tetapi Ia tetap bertanya. Yesus menunggu sampai perempuan ini berbicara. Ketika Yesus menunggu perempuan ini berbicara, yang jantungnya berdegup kencang adalah Yairus, karena mereka sedang melakukan perjalanan ke rumah Yairus. Tetapi Yesus seolah menunda perjalanan ke rumah Yairus supaya perempuan ini berbicara dan pada akhirnya perempuan ini bicara. Apa maksud Yesus berhenti dan seolah memaksa perempuan ini untuk berbicara? Agar semua orang mendengar bahwa ia telah sembuh. Dengan demikian, akses dia untuk Kembali kepada keluarga, kepada masyarakat, dan aksesnya kepada rumah Allah yang telah ditinggalkan selama 12 tahun dibuka kembali.
Seluruh pelayanan Kristus yang ingin diekspresikan adalah pemulihan. Pemulihan relasi dengan manusia, pemulihan relasi dengan Allah, pemulihan relasi dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Tetapi di dalam Yoh. 9 kita menemukan Yesus membuka akses dengan memberikan pemulihan kepada mata orang buta ini. Orang buta ini baru pertama kali berjumpa dengan pemimpin-pemimpin agama Yahudi. Jika kita ada pada posisi dia, maka perjumpaan dengan pemimpin-pemimpin agama Yahudi tentu saja adalah sebuah perjumpaan yang diharapkan menjadi perjumpaan yang menuntun kita kepada pengenalan yang lebih dalam kepada Allah. Namun kita lihat di dalam Yoh. 9:35 setelah Yesus membuka akses, pemimpin-pemimpin Israel yang disebut sebagai gembala-gembala Israel mengusir orang ini dari tempat di mana dia ada. Yesus membuka akses dan orang-orang ini justru menutup akses itu. Pemulihan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus bagi orang ini dirusak oleh pemimpin-pemimpin yang ’katanya’ ditunjuk dan diutus oleh Allah. Mereka mengusir dia sehingga dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam Sinagoge dan belajar seperti Israel pada umumnya. Bukankah dia adalah orang yang sangat membutuhkan pengajaran supaya semakin lama semakin mengenal Allah lebih dalam lagi? Tetapi inilah pemimpin-pemimpin Israel. Di dalam konteks inilah Yesus menyebut pemimpin-pemimpin ini bukan sebagai gembala, tetapi sebagai pencuri dan perampok. Jika orang-orang mendatangkan keuntungan bagi mereka, maka mereka akan mempertahankan orang-orang itu. Tetapi jika ada orang-orang yang mendatangkan kerugian bagi mereka, orang-orang itu tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka inginkan, maka orang-orang ini akan disingkirkan seperti orang buta yang telah dicelikkan matanya oleh Tuhan Yesus Kristus. Maka kemudian Yesus berbicara mengenai gembala-gembala Israel dan yang sedang Yesus bicarakan adalah mengenai gembala yang gagal.
Di dalam Bil. 27:15-18 kita menemukan bahwa Musa menemukan seorang pemimpin atau gembala untuk menggantikannya. Sebelum Yosua menggantikan Musa karena Musa akan naik ke atas gunung Sinai dan mati di sana, Musa meminta agar ada seorang yang berhati gembala seperti dirinya. Tetapi Tuhan berkata tidak ada yang pernah memiliki hati selembut Musa. Musa meminta Tuhan untuk membangkitkan pemimpin bagi Israel untuk menggantikannya dalam perjalanan mereka menuju Kanaan dan memimpin Israel ketika mereka sudah masuk di tanah Kanaan agar umat Allah tidak tercerai, agar umat Allah terpimpin sesuai dengan yang Tuhan inginkan. Umat Allah membutuhkan seorang gembala dan jika kita membaca di dalam ayat 18-23, Allah menjawab Musa bahwa Ia telah memilih seorang gembala bagi Israel dan orang itu adalah Yosua. Nama “Yosua” berarti “YHWH adalah penyelamat.” Allah telah mempersiapkan Yosua untuk memimpin Israel secara politis dan secara spiritual. Di dalam PL, seorang pemimpin politik juga harus menjadi pemimpin secara spiritual. Kitab Hakim-Hakim mencatat bahwa pada masa itu di Israel tidak ada raja sehingga Israel hidup menurut apa yang mereka anggap baik, sehingga hidup Israel menjadi kacau. Dan setiap kali Allah membangkitkan hakim, maka kita akan melihat bahwa di sana Israel hidup sesuai dengan kehendak Allah selama hakim itu ada. Setelah hakim itu mati, kemudian mereka hidup kembali seperti yang semula. Tetapi ada indikasi bahwa pemimpin-pemimpin secara politik pada masa itu bukan hanya sekedar memimpin secara politik, tetapi mereka adalah pemimpin secara spiritual. Maka yang diminta oleh Musa hari itu adalah pemimpin yang tidak hanya memerhatikan kehidupan lahiriah Israel, tetapi juga yang memerhatikan kehidupan spiritual Israel dan kita mendapatkan Yosua dipilih oleh Tuhan dan Yosua adalah pemimpin yang begitu luar biasa. Dia sanggup membawa Israel sampai ke Kanaan dan memimpin Israel untuk menggenapi rencana Allah di sana. Namun Alkitab juga mencatat kegagalan-kegagalan Yosua. Kita akan menemukan pemimpin paling sempurna di dalam Alkitab juga punya cacat celanya. Tuhan selalu membiarkan catatan-catatan sedemikian ada supaya kita dapat melihat bahwa pemimpin terbaik di Israel pun memiliki cacat dan cela. Tetapi ada satu pemimpin yang kita miliki, yaitu Kristus, dan tidak ada satupun yang sanggup menunjukkan satupun dosa Yesus. Tetapi di Israel kita akan selalu mendapati Yosua, pemimpin yang dikagumi yang menggantikan Musa, tetap saja menjadi pemimpin yang berhasil sekaligus seorang pemimpin yang gagal. Konteks pertama yang kita lihat adalah bahwa Israel membutuhkan gembala, pemimpin secara lahiriah maupun spiritual, dan Allah menyediakan pemimpin-pemimpin yang baik, namun pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang sempurna. Sampai hari ini kita tidak akan menemukan gembala yang sempurna. Kita pernah saling melukai. Kita akan mendapati seorang gembala yang baik, yang khotbah dan pelayanannya baik, tetapi jika kita hidup bersama-sama dengan dia, maka kita akan mendapati ketidaksempurnaan. Orang tua kita pun akan kita dapati ketidaksempurnaannya. Suami bisa saja menjadi pemimpin yang baik, namun suatu saat nanti kita akan menjumpai bahwa suami atau pemimpin yang baik itu juga memiliki kelemahan dan ketidaksempurnaannya. Kita mengharapkan pemimpin yang baik, tetapi jangan pernah berharap seorang pemimpin yang sempurna kecuali Kristus. Dia baik sekaligus sempurna.
Di dalam Yeh. 34 Allah berkata mengenai gembala yang Dia siapkan. Kriteria gembala yang ditetapkan oleh Allah tidak mungkin digenapi oleh pemimpin Israel dalam teks Yoh. 10. Gembala-gembala ini ada sekaligus tidak ada. Mereka ada di Israel berstatus sebagai pemimpin, namun mereka gagal untuk menjalankan tugasnya. Mereka lalai untuk menjalankan tugas mereka secara fisik maupun secara spiritual. Sebaliknya, mereka memeras, mencuri, bahkan mereka membunuh domba-domba itu demi keuntungan mereka. Yeh. 34:5 mengatakan bahwa “Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan.” Artinya ada pemimpin namun mereka hidup seperti tidak ada pemimpin dan Allah begitu berduka melihat domba-domba-Nya ini. Maka Allah menyediakan solusi.
Pertama, kita melihat Yosua orang yang berhasil namun gagal. Setelah masa itu, kita akan menjumpai sedikit sekali pemimpin yang berhasil. Di antara yang sedikit itupun kita menemukan ketidaksempurnaan. Bagi Israel, raja yang paling besar adalah Daud, maka kerajaan Daud adalah representasi dari semua raja. Ketika mereka berkata menginginkan Israel bangkit kembali, standarnya adalah kerajaan Israel di bawah kepemimpinan Daud. Namun kita menemukan begitu banyak cacat di dalam kehidupan Daud. Sekarang gradasinya kemudian seolah menurun dari pemimpin yang baik namun tidak sempurna, sekarang kita berjumpa dengan pemimpin-pemimpin yang sama sekali tidak memenuhi kriteria, seolah tidak ada yang baik sama sekali kepada mereka. Lalu kemudian Tuhan memberikan solusi (ay. 11-16). Tuhan berkata bahwa karena gembala itu tidak mengerjakan tugasnya, maka Ia sendiri yang akan memerhatikan dan Ia sendiri yang akan menjadi gembala (ay. 12). Dia memakai kata “akan” yang berarti masih bersifat janji sehingga Israel di dalam PL yang matanya melihat pemimpin-pemimpin yang tidak sempurna dibawa kepada satu pengharapan bahwa mereka akan menemukan seorang pemimpin yang sempurna, seorang gembala yang sempurna, dan gembala itu bukan manusia karena YHWH berkata bahwa Dialah yang akan menjadi gembala bagi mereka. Maka kita akan mendapati kriteria pertama gembala yang dijanjikan Allah untuk memimpin umat-Nya, yaitu gembala itu haruslah pribadi yang ilahi. Jika kita memiliki gembala dan gembala itu bukanlah pribadi yang ilahi, maka jangan harap dia sempurna. Hanya ada satu gembala yang sanggup untuk melakukan semua yang seharusnya, dan itu adalah gembala yang dijanjikan oleh Allah. Itu sebabnya kita tidak akan menemukan seorang gembala pun di dalam dunia ini yang memenuhi kriteria gembala yang ditetapkan dan dijanjikan oleh Allah di dalam PL kecuali Kristus, karena dikatakan bahwa gembala itu adalah YHWH itu sendiri.
Kriteria kedua ada di dalam Yeh. 23-24. Setelah Dia berkata bahwa Dia sendiri yang akan menjadikan seorang gembala, firman Tuhan ini diberitakan ketika Daud sudah mati. Tuhan seolah berkata akan membangkitkan Daud untuk menjadi pemimpin mereka. Tetapi itu bukanlah Daud yang dicatat di dalam PL karena Daud sudah mati. Tetapi yang ingin dikatakan di sini tentu saja adalah keturunan Daud. Namun jika dia adalah keturunan Daud, maka dia pasti adalah seorang manusia keturunan Daud. Maka kita menemukan kriteria awal yang diberikan oleh Allah ketika Israel menanti-nantikan seorang gembala yang sempurna yang menjalankan tugas sebagaimana seharusnya. Lalu siapa gembala yang agung itu? PL berkata bahwa gembala yang agung itu memiliki karakteristik: pertama, Dia adalah Allah sekaligus manusia. Di dalam PL yang muncul sedemikian hanya satu, yaitu Malaikat YHWH. Di dalam PL kita akan menemukan Malaikat ini terkadang muncul ‘seperti’ manusia tetapi ketika berbicara seperti Allah (Kej. 18:1-25). Tidak ada malaikat yang menyebut diri-Nya Allah kecuali Malaikat TUHAN. Secara teologis kita akan mendapati Teofani atau oknum kedua Allah yang hadir di dalam PL di dalam rupa Malaikat TUHAN. Dia hadir sebagai Allah sekaligus ketika kita memerhatikan Dia, seolah-olah Dia bukan Allah. Allah yang terkadang tampak sebagai seorang manusia biasa, tetapi seorang manusia biasa yang ketika orang mengenal Dia dengan baik, mereka sadar dan memanggil-Nya sebagai Allah. Bukankah ini mirip dengan Kristus yang hadir di dalam PL? Ketika manusia berjumpa dengan Dia, manusia melihat Dia sebagai manusia biasa. Mereka membenci Dia, bahkan mereka ingin membunuh Dia. Tetapi kepada orang-orang yang dicerahkan pikirannya dan diterangi hatinya, mereka sujud menyembah kepada-Nya sebagai Allah sebagaimana yang telah dikerjakan oleh orang buta di dalam pasal 9. Inilah gembala yang dijanjikan di dalam PL.
Jika hari ini kita mengalami kesulitan, maka kita perlu melihat implikasi dari apa yang kita pelajari hari ini:
Pertama, ketika Tuhan mengizinkan Israel berhadapan dengan gembala-gembala yang tidak sempurna ini, Tuhan menjanjikan seorang gembala yang sempurna. Semua yang tidak sempurna itu sering kali diizinkan oleh Allah agar kita terarah kepada yang sempurna. Pemimpin yang tidak sempurna itu adalah alat yang Tuhan pakai untuk memimpin kita sekaligus alat yang Tuhan letakkan di depan mata kita agar kita menantikan pemimpin yang sempurna. Ini adalah cara Allah bekerja di dalam kehidupan umat Allah. Ketika Dia memberikan perumpamaan tentang anak sulung dan anak bungsu, anak bungsu itu pergi dan seharusnya anak sulung berkata kepada ayahnya agar ia mencari adiknya. Tetapi di dalam cerita itu anak sulung tidak melakukannya sehingga ketika Yesus memberi perumpamaan, orang Israel sambil menunggu sambil memerhatikan mengapa anak sulung tidak pergi mencari adiknya karena menurut kebudayaan mereka seharusnya anak sulung yang pergi, bukan ayahnya. Yesus memberikan perumpamaan itu agar orang Israel yang mendengar itu sambil bertanya mengapa anak sulung ini tidak melakukan yang seharusnya. Yesus memberi cerita itu agar mereka juga berharap anak sulung yang sejati segera datang mencari saudaranya. Jika kita mengeksposisikan ayat itu, maka kita akan melihat bahwa Yesus sedang menunggu kita untuk melihat kepada anak sulung yang sempurna, yaitu Kristus Anak Tunggal Allah yang datang dan mencari anak- anak bungsu yang hilang, sama seperti seorang gembala yang pergi mencari domba-dombanya.
Mungkin di tengah pandemi ini kita ada di dalam situasi yang tidak ideal, tetapi John Calvin berkata bahwa itu adalah batu yang dipakai oleh Allah untuk memanggil kita datang dan mencari Dia. Situasi dan manusia yang tidak sempurna adalah alat yang bisa dipakai oleh Allah supaya kita mengharapkan yang sempurna. Mungkin karena pandemi hari ini atau karena apapun kita mengalami sakit secara lahiriah, tetapi Tuhan memakai situasi itu agar kita berharap kepada sang tabib yang ajaib itu. Tuhan dapat memukul situasi ekonomi kita supaya kita ingat kepada pemimpin yang berjanji untuk memelihara hidup kita, baik di dalam kelimpahan maupun di dalam kesulitan. Orang-orang yang ditinggalkan harus melihat kepada pasangan yang tidak mungkin meninggalkan mereka di dalam susah maupun sakit. Di dalam dunia ini suami dan isteri dapat dipisahkan oleh kematian, namun mempelai perempuan tidak pernah bisa dipisahkan dari mempelai laki-lakinya, yaitu Kristus. Bahkan kematian tidak sanggup untuk memisahkan mereka. Ketika Yesus berkata: “Akulah kebangkitan dan hidup”, mari kita menyesuaikan pengharapan kita ketika kita ada di dalam kesulitan. Tuhan menempatkan orang-orang agar dapat memberikan pertolongan kepada kita, tetapi sesuaikanlah ekspektasi kita karena tidak ada manusia yang sempurna. Jika kita mengharapkan kesempurnaan, maka arahkanlah hati kita kepada Allah.
Ketika Yesus berbicara mengenai gembala yang baik, Dia bukan hanya berbicara mengenai pengharapan, tetapi memang Dia adalah gembala yang layak diharapkan. Dia adalah gembala yang dapat diandalkan. Gembala itu adalah pribadi yang ilahi. Jika Allah menjadi gembala bagi kita, lalu apa yang tidak dapat kita harapkan dari pada-Nya? Apa yang tidak dapat kita serahkan kepada Dia agar kita mendapatkan ketenangan?
Di sisi lain pandemi membuat kita bersyukur seharusnya karena kita belajar bahwa teknologi tidak menyelesaikannya. Ini adalah petunjuk kepada kita bahwa kita tidak dapat bersandar sepenuhnya kepada teknologi semata-mata. Kita harus bersandar kepada Tuhan yang berada di belakang akal budi manusia, kepada Allah yang berada di belakang segala sesutu yang baik yang kita nikmati. Dia bukan hanya sekedar gembala, tetapi Dia adalah gembala yang kepada-Nya kita berharap di dalam segala situasi secara spiritual maupun secara lahiriah. Secara spiritual maupun lahiriah kita berhadapan dengan situasi yang tidak sempurna agar kita mencari situasi yang sempurna di dalam oknum yang tidak sempurna, yaitu Kristus. Gembala agung itu adalah gembala yang dijanjikan di dalam PL. Yehezkiel mengatakannya dan hanya Kristus yang sanggup untuk menggenapinya. Di luar itu, tidak ada yang bisa karena syarat pertama gembala yang baik adalah Allah sekaligus manusia. Di dalam dunia ini tidak ada pemimpin agama yang dapat mengerjakannya.
Kedua, Yoh. 10:1-5 menceritakan kepada kita mengenai karakteristik lain dari sang gembala yang mungkin juga sangat sulit ditemukan hari ini. Gembala yang agung itu adalah gembala yang dibutuhkan oleh domba-domba-Nya untuk bertahan hidup karena Dia mengasihi dan berelasi dengan domba-domba-Nya. Gembala ini tidak boleh tidak ada. Dia harus ada di dalam kehidupan kita agar kita dapat hidup dan bertahan hidup. Setiap gembala di suatu gereja dapat diganti oleh gembala yang lain, tetapi Yesus berbicara mengenai gembala yang tidak boleh tidak ada. Gembala ini harus ada agar kita hidup. Gembala ini mengasihi domba-domba-Nya sehingga Dia mencari dan mengasihi domba-domba-Nya.
Konteks Yoh. 10:1-5 akan berbeda dengan cerita di dalam Yoh. 10:7-21. Ada dua karakteristik tempat pengembalaan:
Pertama, gembala-gembala yang menjaga domba di padang. Mereka ada di tempat terbuka. Ini adalah salah satu pendekatan di dalam pengembalaan pada zaman itu. Gembala membawa dombanya jauh dari kota dan mengembalakannya di sana. Tetapi ketika Yesus berbicara di dalam Yoh. 10:1-5, Yesus membicarakan suatu pola pengembalaan yang lain, yaitu tidak jauh dari kota ada peternakan dan di dalamnya ada kandang yang cukup besar dan di dalam kandang besar itu ada beberapa kawanan domba dari beberapa gembala. Maka hal ini menuntut gembala untuk mengenali dombanya. Hal ini berbicara mengenai relasi. Ini adalah karakteristik yang unik yang ditekankan oleh Yesus. Gembala yang agung itu mengasihi dan berelasi dengan domba-domba-Nya karena Dia memiliki domba-domba itu. Maka sekarang kita perlu bertanya, apakah Dia memiliki kita dan apakah kita sadar bahwa Dia adalah pemilik kita? Apakah kita sadar bahwa kita adalah milik-Nya?
Mengapa Yesus memberikan gambaran bahwa Dia adalah gembala agung yang memiliki domba-domba itu?
Pertama, Dia berotoritas mutlak atas domba-domba- Nya. Dia berotoritas karena domba-domba itu milik- Nya. Ada beberapa alasan mengapa Yesus berkata bahwa Dia berotoritas atas domba-Nya. Yoh. 10:26-29 mengatakan kepada kita bahwa domba-domba ini milik Kristus karena Bapa memberikannya pada Yesus. Oleh sebab itu maka Yesus juga berkata bahwa barang siapa tidak ditarik oleh Bapa maka ia tidak akan mungkin datang kepada Yesus. Kita adalah milik Kristus karena Bapa menyerahkan kita kepada Kristus. Konteks yang kita bicarakan adalah predestinasi.
Kedua, Yoh. 10:14-15 berkata bahwa domba itu milik- Nya karena Kristus menebus mereka dengan darah- Nya. Petrus berkata bahwa kita adalah domba-domba Allah, umat yang ditebus dengan darah yang mahal. Karena kita ditebus oleh-Nya maka kita menjadi milik- Nya. Gembala yang agung akan mempertaruhkan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya. Jika kita bertemu dengan pemimpin yang ketika untung dia ada di depan dan ketika rugi dia ada di belakang, maka ia bukanlah gembala yang baik. Yesus memberi petunjuk kepada kita mengenai seorang pemimpin yang ketika ada bahaya berada di depan dan ketika ada keuntungan dia berdiri di belakang agar orang- orang yang dipemimpin menikmati semua keuntungan itu. Tetapi gembala yang palsu kebalikan dari semua itu. Berapa banyak orang yang memikul nama pendeta tetapi kemudian umat Allah yang dipercayakan di tangannya dieksploitasi supaya dia mendapatkan banyak keuntungan?
Yesus berkata bahwa Dia adalah gembala yang baik, maka Dia berkorban bagi domba-domba-Nya. Tidak ada satu orang pun yang dapat sempurna mengerjakan tanggung jawab ini. Namun Kristus melakukannya dan pada saat yang sama di dalam PB semua orang dipanggil untuk meneladani Kristus. Maka semua gembala seharusnya meneladani Kristus. Dia memperjuangkan kita karena sebelum kita sadar bahwa kita adalah milik-Nya, Dia sudah tahu bahwa kita adalah milik-Nya. Maka sejak 2000 tahun yang lalu sebelum kita ada di dalam dunia ini Dia telah memperjuangkan milik-Nya. Karakteristik ini tidak dimiliki gembala manapun di dalam dunia ini.
Ketiga, gembala ini memimpin keluar dan masuk domba-domba-Nya. Di dalam Bil. 27:15-18 gembala yang diminta Musa adalah gembala yang memimpin Israel keluar dan masuknya. Secara spiritual istilah “masuk” mengacu kepada keluar dari perbudakan dosa dan ancaman maut, serta masuk ke dalam kehidupan yang suci dan dalam kehidupan yang kekal. Jika Kristus ada sebagai gembala di dalam kehidupan kita, maka Dia adalah pemilik dari hidup kita. Dan jika Dia adalah pemilik kita, maka Dia akan memberikan Roh Kudus untuk menyucikan hidup kita, memimpin kita keluar dari dosa dan masuk ke dalam kekudusan hidup, keluar dari kerajaan maut dan masuk ke dalam kerajaan Allah yang kekal. Apakah pengalaman ini ada di dalam kehidupan kita yang menyebut diri sebagai domba-domba Allah? Apakah Dia memiliki otoritas di dalam kehidupan kita?
Domba mengenali suara gembalanya, hal ini sama seperti panggilan efektif. Panggilan itu memiliki kuasa untuk menarik keluar domba-domba milik-Nya karena Yesus berkata bahwa Dia bukan hanya seperti gembala yang lain, tetapi Dia memiliki nama untuk gembala itu dan Dia memanggil nama mereka satu persatu secara spesifik. Yesus menyebutkan nama Lazarus dengan spesifik sehingga Lazarus keluar dari kubur. Gembala ini begitu unik sehingga Ia bukan hanya mengenal domba-Nya, tetapi Dia juga tahu nama domba-Nya sehingga panggilan itu begitu efektif dan membuat domba berespon dengan benar.
Jika kita mengalami keselamatan, berarti kita mengalami panggilan efektif dari Allah dan panggilan itu adalah panggilan dengan menyebut nama kita. Ketika kita menyambut berita keselamatan, hal itu karena Allah memanggil kita keluar dari kematian secara spiritual dengan begitu presisi karena Allah telah menyelamatkan kita. Dia mengenal kita dan pengenalan ini adalah sebuah pengenalan yang begitu personal dan pengenalan yang personal ini seharusnya menghibur kita, karena Dia mengenal kita secara personal maka kita dapat berharap kepada Dia. Dia berkata bahwa Dia mengenal domba-Nya karena domba ini diberikan oleh Bapa. Berarti sebelum kita lahir Dia telah mengenal kita dan hal ini mengandaikan bahwa Dia tahu kita adalah orang berdosa. Dia bukan hanya tahu bahwa kita adalah orang berdosa, tetapi Dia juga tahu bahwa setelah menjadi pemilik atas kita, kita masih berdosa untuk melawan Dia. Dia juga tahu bahwa Dia harus mati menyerahkan nyawa-Nya untuk domba-domba yang sedemikian. Dia adalah mempelai laki-laki yang sudah tahu siapa mempelai perempuan-Nya yang di dalam PL disebut sebagai perempuan-perempuan sundal dan pelacur.
Kristus menempuh perjalanan paling panjang yang tidak pernah ditempuh oleh siapapun di dalam dunia ini. Perjalanan itu adalah dari sorga ke bumi dan dari bumi menuju ke sorga melalui satu titik, yaitu neraka. Dan jika Dia sudah tahu betapa bobroknya kita, sebelum Dia memilih untuk menjadi mempelai laki- laki bagi kita, kita dapat memiliki satu keyakinan bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita. Itulah mengapa di dalam konteks teologia Reformed kita percaya bahwa keselamatan tidak mungkin hilang. Satu kali Allah menyelamatkan kita, maka Dia yang akan memelihara keselamatan itu. Kita adalah manusia yang tidak setia tetapi Allah tetap setia. Keselamatan tidak bergantung kepada kita, tetapi bergantung kepada Allah yang setia. Namun kita dituntut untuk berespon. Gembala ini adalah gembala yang memiliki kita. Dia berotoritas atas hidup kita dan kita tunduk kepada otoritas-Nya. Dia memanggil kita datang dan Dia mengenal kita secara personal. Pengenalan yang personal ini membuat kita bisa yakin bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita, apalagi di dalam konteks pandemi seperti ini.
Karena Dia adalah pemilik, maka domba itu mengenal suara-Nya. Di dalam Yoh. 10:24-25 ketika orang Yahudi menyuruh Yesus untuk mengatakan yang sebenarnya agar mereka tidak bimbang, Yesus justru berkata bahwa Ia telah bersaksi dengan begitu jelas tetapi mereka tidak percaya karena mereka tidak termasuk domba-domba-Nya. Hal ini berbicara mengenai orang yang menjadi milik Kristus. Bukan hanya dikenal oleh Kristus, tetapi mereka seharusnya mengenal siapa Kristus. Oleh sebab itu ketika Kristus memanggil domba-Nya, mereka akan memasang telinganya dan kemudian mendengar suara itu dan mengikuti Dia. Di dalam Luk. 8:18 Yesus pernah berkata bahwa: perhatikanlah bagaimana cara kamu mendengar. Apakah ketika kita datang beribadah kita mempersiapkan diri kita dengan baik agar ketika firman Tuhan diberitakan, telinga kita cukup siap untuk mendengar? Karena urusan gembala dan domba adalah urusan mengenai relasi yang begitu pesonal dan salah satu cirinya adalah mereka memasang telinga agar mendengar suara sang gembala.
James Boice berkata bahwa domba bukan hanya memasang telinga untuk mendengar, tetapi mereka merindukan suara gembala itu. Karena ketika mereka mendengar suara gembala, gembala akan membawa mereka ke padang rumput yang hijau, kepada air yang tenang, meskipun terkadang mereka harus melewati lembah bayang-bayang maut. Kandang memang adalah tempat yang nyaman, namun mereka merindukan suara gembala yang memanggil mereka keluar dari tempat itu karena mereka tahu bahwa di bawah pimpinan dari sang gembala yang bersuara memanggil mereka, mereka akan dibawa ke satu titik yang lebih nyaman dan lebih nikmat dari dalam kandang, yaitu padang rumput yang hijau dan air yang tenang meskipun harus melewati lembah bayang- bayang maut. Domba-domba itu pasti akan meresponi panggilan sang gembala.
Apakah kita adalah domba-domba Kristus? Apakah kita merindukan suara dari gembala yang agung itu?
Sayangnya hari ini domba-domba di zaman modern adalah domba-domba yang tidak begitu suka berkeliling di sekitar gembala dan kemudian mendengar suaranya. Kita cukup puas hanya mendengar suaranya satu hari dalam seminggu. Tetapi apakah kita benar-benar memiliki kerinduan untuk mendengar suara itu sehingga kita memasang telinga? Apakah kita begitu menginginkan suara itu sehingga setiap kali Dia bersuara menjadi suara yang begitu bermakna sehingga kita pasti meresponinya di dalam ketaatan?
Gembala yang baik dan agung memiliki relasi dengan domba-domba-Nya. Dia tidak menjadi gembala yang agung bagi semua domba karena ada domba dari gembala yang lain. Yesus tidak mati bagi semua domba, tetapi Yesus hanya mati bagi domba-domba- Nya. Apakah kita adalah domba milik-Nya?
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – YC)