Eksposisi Kitab Yudas #8

Posted on

Yudas 1:20-21
Pdt. Johanis P. Kamuri, M.Th., M.Hum.

Melalui ayat ini sebenarnya Yudas ingin memberi nasihat yang sama kepada jemaat, yaitu memerintahkan mereka untuk mengerjakan atau memperjuangkan keselamatan mereka. Jemaat yang menerima tulisan Yudas ini adalah jemaat yang di dalam ayat 1 & 2 disebut sebagai orang-orang yang menerima kasih Allah yang diekspresikan melalui tindakan Allah untuk memanggil mereka secara efektif sehingga mereka dapat datang kepada Allah. Kasih Allah diekspresikan dengan menguduskan mereka, baik melalui firman Allah maupun melalui disiplin yang Allah berikan kepada mereka sehingga mereka selalu berjalan di jalan yang Allah tetapkan bagi mereka. Kasih Allah juga diekspresikan melalui pemeliharaan-Nya di dalam Kristus sehingga mereka tidak pernah kehilangan keselamatan mereka. Sehingga hal ini berbicara mengenai divine action atau tindakan Allah untuk menempatkan umat-Nya yang menjadi umat pilihan di dalam kasih-Nya. Tetapi kemudian iblis tidak akan tinggal diam (Wahyu 6 & 12). Jika iblis gagal untuk menghancurkan Kristus, maka ia akan menghancurkan gereja yang sejati. Oleh karena itu setiap kita menjadi percaya, kita datang kepada Allah dan kita menjalani kehidupan di dalam keselamatan, kita akan mendapati bahwa kita akan terus menerus mendapatkan serangan dari iblis. Ini adalah suatu kondisi yang dibukakan oleh Alkitab bahwa kita tidak akan pernah lepas dari peperangan rohani. Mengapa demikian?

Pertama, karena kita adalah umat Allah, maka kita berpihak kepada Allah dan iblis yang memusuhi Allah itu pasti juga memusuhi kita. Tetapi yang kedua, Kejadian 3:15 memberi petunjuk kepada kita bahwa Allah telah menetapkan perang. Istilah “permusuhan” adalah sebuah istilah yang sangat negatif. Setelah cerita itu maka kita akan mendapati bahwa seluruh cerita (Kejadian-Wahyu) menunjukkan kepada kita bahwa Allah kita bukan hanya Allah yang menetapkan perang, tetapi Allah yang memanggil gereja-Nya untuk terlibat di dalam peperangan itu.

Maka hal kedua berbicara mengenai human responsibility. Ini adalah tanggung jawab kita sebagai gereja yang sejati. Yudas 1:3 berbicara mengenai perintah, lalu kemudian ayat 20-21 bahkan sampai dengan ayat 23, kita mendapati ada perintah yang seolah diulang kembali. Jika Dia telah menyelamatkan kita, menempatkan kita di dalam kasih-Nya, maka tugas dan tanggung jawab kita adalah berjuang sedemikian rupa agar kita tetap ada di dalam kasih Allah. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana kita bisa ada di dalam situasi yang sedemikian? Jika kita ingin menang dan ingin terus menerus ada di dalam kasih Allah, kita justru harus terlibat di dalam peperangan itu. Maka pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana kita memenangkan peperangan itu dan terus tinggal di dalam kasih Allah?

Kita hanya bisa memenangkan peperangan secara spiritual dan terus menerus ada di dalam kasih Allah, terus menerus menjaga keselamatan yang telah Allah anugerahkan dengan cara terus menerus membangun diri kita di atas iman yang sejati (ay. 20). Ini adalah pekerjaan kita. Pertintahnya adalah pertama, kita harus mempertahankan iman itu secara objektif maupun subjektif. Meskipun kita adalah orang-orang yang telah diselamatkan, ada satu perintah di dalam Alkitab, yaitu kerjakanlah keselamatanmu. Hal ini tidak berarti bahwa kita bekerja untuk mendapatkan keselamatan, tetapi ini adalah perintah kepada orang-orang yang telah diselamatkan dan telah menikmati kasih Allah, maka berjuanglah sedemikian rupa agar terus ada di dalam situasi itu.

Iman kita – baik secara subjektif maupun objektif – hanya bisa dipertahankan jika kita berjuang untuk membangunnya. Jika iman kita tidak bertumbuh, maka iman ini justru ada di dalam bahaya. Maka mau tidak mau pertumbuhan iman adalah sesuatu yang tidak boleh tidak terjadi di dalam kehidupan kita. Iman yang tidak bertumbuh adalah ancaman bagi iman yang sejati. Iman yang mengalami stagnansi, yang tidak bertumbuh sama sekali adalah iman yang rapuh dan rentan terhadap penyesatan dan kebinasaan. Maka sekali lagi kita tidak boleh mengalami stagnansi. Stagnansi adalah kejahatan di hadapan Tuhan. Bukan hanya kejehatan, tetapi stagnansi adalah sebuah ancaman bagi iman yang sejati. Maka kita perlu memikirkan diri kita dengan baik. Perjuangkan dan jaga iman itu. Kita ingin menjaga iman kita? Kita harus berjuang sedemikian rupa agar iman itu bertumbuh.

Kedua, istilah “membangun” di dalam Perjanjian Baru identik atau selalu mengingatkan kita kepada Bait Allah. Dan ketika kita berbicara mengenai Bait Allah, juga mengacu kepada dua hal, yaitu kita secara personal dan gereja secara komunal. Maka perintah ini adalah perintah untuk membangun iman kita secara personal sekaligus ini adalah perintah untuk membangun jemaat secara komunal. Perintah untuk terus menerus membangun iman adalah perintah bagi kita setiap pribadi secara personal untuk masuk ke dalam komunitas dan berusaha untuk membangun komunitas tersebut. Jangan pernah kita berpikir bahwa kita bisa bertumbuh jika kita tidak masuk ke dalam komunitas dan berjuang bersama-sama di dalam sana. Untuk mengalami pertumbuhan, Allah memanggil kita untuk keluar dari diri sendiri dan kemudian masuk ke dalam perjumpaan dengan orang lain dan di dalam konteks itu kita bertumbuh. Tuhan justru mempertemukan kita dengan orang-orang yang tidak sempurna di dalam gereja agar orang-orang yang tidak sempurna ini – di dalam anugerah Allah – saling membangun. Di sana kita akan melihat bahwa anugerah Allah lebih besar.

Surat Korintus mengatakan bahwa karunia-karunia itu diberikan oleh Allah untuk membangun jemaat atau membangun tubuh Kristus. Artinya kita memiliki karunia, kita bawa ke dalam jemaat untuk membangun tubuh Kristus. Dengan karunia itu Allah beranugerah agar tubuh Kristus ini terbangun. Maka ada semacam pra-syarat di dalam pelayanan kita, yaitu semakin kita memberi diri di dalam konteks untuk memperlengkapi orang lain, di dalam konteks itulah kita mengalami pertumbuhan secara spiritual.

Tetapi kemudian ada perintah yang kedua, yaitu kamu harus terus menerus membangun diri di atas iman yang paling suci. Langkah pertama adalah kita membawa diri ke dalam komunitas. Kita terlibat melayani bersama-sama dan kemudian kita bertumbuh di sana. Tetapi sebenarnya Yudas memberi pesan kepada kita bahwa tidak semua komunitas pasti membuat kita bertumbuh, kecuali komunitas itu memiliki komitmen yang sama kepada kebenaran. Bukan hanya sekedar nama bahwa komunitas itu adalah komunitas Kristen. Komunitas yang kita butuhkan untuk bertumbuh bukan sekedar komunitas yang baik, tetapi juga komunitas yang benar yang berkomitmen kepada kebenaran. Mengapa kebenaran menjadi sesuatu yang sangat penting? Roma 1:16-17 mengatakan bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang Allah pakai untuk menyelamatkan kita. Injil adalah kekuatan yang Allah pakai untuk mempertumbuhkan iman kita. Injil adalah kekuatan yang Allah pakai untuk memimpin kita di dalam peperangan rohani sehingga kita memenangkan peperangan rohani itu. Iblis tahu akan hal ini. Sering kali gereja tidak sadar bahwa kebutuhannya yang utama adalah kebenaran. Maka gereja sering kali ditipu oleh iblis. Iblis akan mempermainkan gereja mulai dari firman Allah. John MacArthur mengatakan bahwa jika anda percaya Alkitab sebagai firman Allah, namun anda salah menafsirkannya dan menghidupi cara hidup berdasarkan salah tafsir itu, maka percuma anda memercayai Alkitab sebagai firman Allah, karena pada akhirnya yang kita hidupi bukanlah firman Allah. Inilah mengapa saya mengatakan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang begitu penting. Iblis tahu bahwa komunitas yang paling baik untuk pertumbuhan iman kita adalah komunitas yang berakar di dalam kebenaran dan berkomitmen kepada kebenaran. Maka di dalam dunia ini kita dapat menjumpai begitu banyak komunitas yang baik, namun kita akan sulit menemukan komunitas yang berkomitmen kepada kebenaran. Iblis dapat menawarkan komunitas apa saja kecuali satu, yaitu komunitas yang berkomitmen kepada kebenaran. Ini adalah fakta yang mengerikan di dalam kehidupan kita.

Tuhan memanggil kita untuk masuk ke dalam peperangan. Tuhan memanggil kita untuk memperjuangkan keselamatan yang kita miliki, tetapi cara memperjuangkannya adalah dengan berjuang agar iman itu bertumbuh. Iman ini bertumbuh dengan cara kita masuk ke dalam komunitas, membawa diri kita dan melayani di dalam komunitas bersama-sama. Kita saling membangun satu dengan lainnya, tetapi itupun tidak berarti semua komunitas akan mendukung pertumbuhan iman kita. Kita harus ada dan jeli untuk tahu bahwa kita perlu ada di dalam komunitas yang berkomitmen kepada kebenaran firman Allah. Ini adalah perintah yang pertama.

Perintah selanjutnya adalah berdoa di dalam Roh Kudus. Bahasa aslinya juga masih menggunakan pola yang sama, yaitu terus meneruslah berdoa di dalam Roh Kudus. Ini adalah pembedaan. Sekarang Yudas berbicara kepada jemaat yang benar-benar telah menerima kasih karunia Allah bahwa jika kita telah menerima kasih karunia Allah dan telah diselamatkan, maka kita pasti memiliki Roh Kudus. Maka ada satu hal yang harus kita kerjakan, yaitu berdoa di dalam Roh Kudus. Mengapa di dalam konteks peperangan rohani ini kita harus berdoa?

Pertama, kita harus berdoa karena ketika kita berhadapan dengan peperangan rohani. Ketika kita berhadapan dengan penyesat-penyesat itu, atau orang-orang yang menyesatkan kita, kelihatannya kita berhadapan manusia dengan manusia. Namun kita harus tahu bahwa di dalam konteks peperangan rohani, musuh yang sebenarnya adalah iblis yang ada di belakang semua ini. Kita sedang melewati peperangan secara spiritual dan hari demi hari kita melewati peperangan secara spiritual, sebuah peperangan yang tidak mungkin bisa dimenangkan dengan kekuatan natural. Maka kita harus berdoa di dalam Roh Kudus karena kita tidak akan sanggup memenangkan peperangan itu dengan kekuatan kita.

Kedua, perintah untuk saling membangun itu tumbuh dengan cara saling membangun. Tidak ada Hamba Tuhan yang mempersiapkan khotbah dengan sangat baik dan dia dapat memastikan bahwa semua jemaat bertumbuh. Artinya kita bekerja, namun efektivitas kerja kita masih bergantung kepada pekerjaan Allah.

Kita menginjili dan menyampaikan kebenaran, tetapi tidak tentu orang dapat menerimanya. Maka kita membutuhkan satu kekuatan yang lain, yaitu kekuatan Allah dan anugerah Allah yang diberikan kepada kita. Bahkan di dalam melakukan tanggung jawab, kita masih membutuhkan divine action. Maka doa selalu merupakan nafas hidup. Kita tidak menolaknya karena itu merupakan kebenaran. Namun dalam konteks ini Yudas memberi petunjuk kepada kita bahwa doa adalah ekspresi dari pengakuan kita akan keterbatasan dan kelemahan kita. Doa adalah tempat di mana kita mengakui kepada Dia bahwa kita membutuhkan Allah. Doa juga bukan hanya sekedar nafas hidup kita, tetapi doa adalah ekspresi kerendahan hati. Maka ketika kita memutuskan untuk tidak berdoa atau kita takut berdoa, ini adalah ciri-ciri orang sombong. Sadarkah kita bahwa agar kita bisa berdoa, Yesus harus mati di atas kayu salib? Agar kita memiliki relasi Bapa dengan anak, maka Yesus harus mati di atas kayu salib. Tidak berdoa berarti menolak anugerah untuk berelasi dengan Allah. Maka penolakan untuk berdoa selalu merupakan ekspresi kesombongan. Ini juga tidak berarti kemudian kita terus berdoa dan akhirnya tidak melakukan apa-apa.

Di dalam Kisah Para Rasul 2 & 4, kita akan menemukan bahwa jemaat itu bertekun di dalam pengajaran rasul-rasul dan mereka berdoa kepada Allah. Ini adalah ciri-ciri jemaat yang pertama.

Salah satu ruangan yang paling kosong di dalam gereja biasanya adalah ruang PA dan ruang doa. Kita harus melihat betapa celakanya gereja-gereja yang sedemikian. Jemaat yang bertumbuh adalah jemaat yang berdoa karena dua hal ini harusnya bekerja bersama-sama. Jika kita bertumbuh, kita akan semakin merasa bahwa kita lemah dan terbatas. Jika kita bertumbuh sambil merasa bahwa kita kuat dan butuh Tuhan, maka ini adalah stagnansi. Sehingga mau tidak mau kita akan menghidupi hidup jemaat yang pertama.

Berdoa di dalam Roh bukanlah doa dengan bahasa Roh, karena Yesus mengajarkan doa Bapa kami bukan dengan bahasa Roh, tetapi dengan bahasa yang jelas dan dapat dimengerti. Dengan demikian berdoa di dalam Roh bukanlah berdoa di dalam bahasa Roh. Tetapi berdoa di dalam Roh adalah doa yang kita lakukan dan Roh Kuduslah yang menjiwai doa ini. Kita sering mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Roh kebenaran sehingga Ia memberi kebenaran. Roh Kudus adalah Roh yang Kudus, maka Ia memimpin kita di dalam kekudusan. Edwin Palmer berkata bahwa Roh Kudus bukan hanya sekedar Roh Kebenaran, Roh yang memimpin dalam kekudusan dan memberi kebenaran, tetapi Roh Kudus juga adalah Roh doa. Sehingga jika Roh Kudus hidup di dalam jemaat, salah satu ciri yang tidak mungkin tidak ada adalah dorongan untuk berdoa. Roh Kudus adalah Roh doa, maka Roma 8:26 mengatakan bahwa Roh itu berdoa untuk kita dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dia berdoa untuk kita. Tetapi tidak hanya itu, karena Dia adalah Roh doa, maka Ia mendorong kita untuk berdoa. Dan karena jika Roh doa menjadi bagian di dalam hidup kita, maka Ia akan memberikan kekuatan kepada kita untuk berdoa karena doa adalah pekerjaan yang sulit. Doa untuk kepentingan kita saja sulit, apa lagi berdoa untuk orang lain, ditambah lagi doa untuk orang lain yang menjengkelkan bagi kita. Maka kita butuh Roh doa ada di dalam kehidupan kita. Roh Kudus adalah Roh doa yang juga memimpin kita agar kita berdoa dengan benar. Maka mau tidak mau kita harus menghidupinya.

Berdoa di dalam Roh berarti Roh Kudus menjiwai doa jemaat untuk berdoa. Ia mendorong kita untuk berdoa, memberikan kekuatan untuk berdoa. Tetapi berdoa di dalam Roh Kudus juga berarti bahwa Roh Kudus menjiwai doa-doa kita. Inilah yang mengefektifkan doa kita. Jika Dia memberi kita kekuatan dan memimpin kita untuk berdoa dengan benar, kita harus ingat bahwa doa orang benar besar kuasanya. Hal ini berbicara mengenai sebuah doa yang Allah urapi dan Allah pimpin untuk kemudian Allah menunjukkan belas kasihan-Nya kepada doa itu. Ini adalah doa yang Allah pakai, paling tidak untuk menguatkan kita di dalam pergumulan-pergumulan kita. Allah menetapkan kita untuk berperang. Allah menetapkan kita untuk bersaksi dan Allah menetapkan kita untuk bertumbuh. Namun ingatlah bahwa untuk berperang, bersaksi dan bertumbuh, Allah menetapkan sarananya, yaitu doa. Artinya jika kita mengatakan bertumbuh secara spiritual tetapi tanpa berdoa, itu adalah omong kosong.

Ketika Yesus akan menghadapi pencobaan yang paling berat, yaitu di taman Getsemani untuk berjalan menuju Golgota, hal yang Dia lakukan adalah berdoa.

Bukankah kita melihat bahwa dalam kehidupan Kristus, sang kepala gereja itu, doa adalah sesuatu yang begitu penting. Mengapa doa menjadi hal yang paling sering diabaikan oleh umat pilihan Allah?

Jika Roh Kudus – yang adalah Roh doa – ada di dalam kehidupan kita, maka kita akan didorong untuk berdoa.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah – YC)