Roti Hidup #2 – Arah Hidup dan Pencarian Manusia

Posted on

Yohanes 6:22-29
Pdt. J. Putratama Kamuri

Minggu yang lalu saya memberikan petunjuk kepada kita bahwa kita adalah orang-orang yang diciptakan sebagai ciptaan yang mulia, kita diciptakan sebagai gambar Allah, namun kita sempurna sekaligus tidak sempurna.

Kita dicipta dan didesain oleh Allah sebagai ciptaan sebagai ciptaan yang akan terus-menerus mencari sesuatu. Kita memang dicipta di dalam kemuliaan sebagai gambar dan rupa Allah, kita juga di cipta di dalam kelimpahan secara jasmani dan rohani. Di dalam Taman Eden, kelimpahan secara lahiriah itu didapatkan ketika Allah menempatkan Adam dan Hawa di dalam Taman Eden. Bahkan Allah berkata semua pohon dalam Taman ini boleh mereka makan buahnya. Hal ini berbicara mengenai kelimpahan secara lahiriah. Segala sesuatu yang diinginkan manusia bisa didapatkan di sana. Hal ini juga berbicara mengenai kelimpahan secara spiritual. Karena jika Allah berbicara kepada Adam dan Hawa di dalam Taman Eden, berarti Allah hadir secara langsung di dalam taman Eden, berkomunikasi dan bersekutu dengan mereka. Meskipun mereka dicipta sempurna, meskipun mereka diciptakan di dalam kelimpahan, tetapi mereka diciptakan juga sebagai ciptaan yang berkebutuhan, seolah-olah ada yang kurang. Allah berkata tidak baik manusia itu seorang diri. Ia butuh seorang penolong yang sepadan dengan dia dan Tuhan itu tidak langsung memberikan kepada dia perempuan sebagai penolong yang sepadan. Tuhan izinkan dia memberi memberi nama kepada semua binatang. Hal ini memberi petunjuk bahwa Adam kenal semua binatang sehingga dia memberi nama dengan tepat. Setelah Adam berjumpa dengan semua binatang dan memberi mereka nama, Adam memiliki kesimpulan yang sama dengan Tuhan bahwa tidak ada yang sepadan dengan dia. Dengan demikian Tuhan mengizinkan Adam untuk mencapai satu titik di mana dia sadar bahwa dia butuh penolong yang sepadan. Dan jika dia sadar bahwa dia butuh penolong yang sepadan dengan dia, berarti dia juga sadar kalau dia tidak cukup pada dirinya sendiri.

Dengan demikian sebenarnya Tuhan mengajak dia bukan hanya untuk sadar dia butuh, bukan hanya untuk sadar bahwa dia tidak cukup pada dirinya sendiri, tetapi ini semacam dorongan dari Tuhan untuk Adam supaya dia mencari sesuatu di luar diri.

Di sisi yang lain kita juga berjumpa dengan perkataan Tuhan kepada Adam bahwa semua pohon dalam Taman ini boleh ia makan buahnya dengan bebas, kecuali yang ada di tengah-tengah, yaitu pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Ketika Allah berbicara demikian, Adam dari dalam dirinya sendiri sadar, Allah juga mengklaim bahwa Adam memiliki kebutuhan, yaitu dia punya kebutuhan. Lalu Tuhan memberi pestunjuk dan sarana untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan, sekaligus Tuhan mengarahkan mana yang boleh dan mana yang tidak. Fakta bahwa kita bersama-sama dengan Adam diciptakan sebagai ciptaan yang berkebutuhan dan tidak cukup pada diri sendiri memberi petunjuk kepada kita bahwa kita memiliki kebutuhan yang harus dicukupi. Jika kita tidak mencari sesuatu untuk mengisi kebutuhan itu kita akan mengalami kematian. Firman Tuhan ini memberi petunjuk kepada kita bahwa sejak Allah menciptakan manusia, sebenarnya Allah sudah mendesain manusia untuk keluar dari dirinya sendiri dan terus mencari sesuatu supaya tidak mati. Hal ini memberi petunjuk kepada Adam bahwa jika dia memiliki kebutuhan dan dia harus keluar dari diri untuk mencari kebutuhan itu, hal pertama yang harus dia cari adalah Allah yang memberikan segala sesuatu kepadanya. Bahkan Allah menjadi penentu. Allah menunjukkan mana yang boleh dan mana yang tidak. Kejadian 1-3 bukan hanya sekedar menunjukkan bahwa kita adalah ciptaan Allah lalu kemudian kita jatuh dalam dosa, tetapi hal itu memberi petunjuk kepada kita bahwa kita adalah ciptaan yang mulia. Meskipun kita mulia, tetap saja kita memiliki kebutuhan dan harus keluar dari diri kita, berjuang semaksimal mungkin untuk mengisi kebutuhan itu karena kebutuhan-kebutuhan itu tidak bisa diisi dengan diri kita sendiri. Kita harus keluar mencari sesuatu di luar sana, namun Firman Tuhan ini memberi petunjuk bahwa untuk menjawab semua kebutuhan itu, kita harus berjumpa dengan Allah, Sang pemberi segala sesuatu. Kemudian kompas yang mengarahkan kita di dalam pencarian itu adalah Allah sendiri – melalui firman. Jika kita tidak berjumpa dengan Allah dan tidak menemukan arah yang tepat di dalam pencarian kita, maka kita akan hidup sebagai orang yang tidak menemukan kepuasan dalam hidup. Kita akan terus mencari dan mengumpulkan, namun kita tidak mungkin menikmati sukacita. Persoalannya, kebutuhan ini menjadi semakin besar ketika manusia jatuh dalam dosa (Kej. 6:3).

Dengan jelas dikatakan bahwa Roh Allah tidak tidak akan lagi tinggal selama-lamanya di dalam manusia. Sebelumnya dia menikmati kelimpahan jasmani dan rohani, sekarang Allah seolah-olah meninggalkan dia. Allah yang hadir di dalam persekutuan yang intim kita – di dalam dia dan dia di dalam kita – sekarang seolah-olah menarik dirinya dari manusia sehingga ada kekosongan atau kehampaan di dalam diri manusia kosongan ini harus diisi. Persoalannya adalah, Allah telah meninggalkan tempat itu dan tidak ada yang bisa mengisinya lagi. Bukan hanya manusia kehilangan Allah yang mengisi kekosongan di dalam dirinya, tetapi manusia juga kehilangan arah. Tidak ada lagi kompas yang mengarahkan dia ke dalam pencariannya. Dia bukan hanya tidak tahu harus kemana, tapi dia juga tidak tahu harus mencari apa.

Kita harus tahu kemana tujuan hidup kita. Persoalannya dengan Tuhan meninggalkan kita dan kita tidak memiliki relasi dengan Dia, kita kehilangan dua-duanya. Kita kehilangan tujuan adalah masalah besar dan kedua, jikalau kita tahu tujuan kita setiap hari harusnya mencari Allah, tapi persoalannya kita juga kehilangan Saya juga kehilangan kompas untuk berjalan dengan benar untuk menjumpai Allah yang benar. Maka kita akan menemukan bahwa setelah jatuh dalam dosa, manusia mencari banyak hal untuk mengisi kekosongannya.

Hari ini orang mencari kebahagiaan: hedonisme, yaitu orang-orang cenderung hidup semaksimal mungkin untuk mendapatkan kebahagiaan dan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari ketidakbahagiaan. Apa yang membuat mereka bahagia? Ada uang, materi, popularitas. Ketika hedonisme harus menghindari penderitaan dan harus mendapatkan sukacita semaksimal mungkin, maka tidak ada lagi batas-batas. Peta yang Tuhan berikan, Firman Tuhan itu disingkirkan begitu saja. Kita juga hidup di dalam konsumerisme, yaitu mengumpulkan sebanyak-banyaknya dan menikmati sebanyak-banyaknya. Dengan begitu konsumerisme mendapatkan kepenuhan hidup. Tetapi Salomo di dalam Kitab Pengkhotbah 6 berkata bahwa segala sesuatu di bawah matahari ini adalah sia-sia. Apa yang dicari manusia disebutkan oleh Salomo. Salomo adalah seorang raja yang punya banyak istri dan harta, tetapi kemudian dia mendapati bahwa semua itu tidak membawanya kepada kebahagiaan. Salomo berkata bahwa semua itu sia-sia karena setelah mendapatkannya, terkadang Allah tidak mengizinkan mereka untuk menikmati tapi orang lain yang menikmati. Ia berjuang untuk mengumpulkan segala sesuatu, tetapi kemudian orang lain yang menikmati. Yang ingin dikatakan oleh Salomo yaitu selama ini perjuangannya untuk mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan dunia ini: umur panjang, relasi seksual dengan siapapun yang dia inginkan, kerja keras untuk mendapatkan hasil maksimal, harta kekayaan, semua ini tidak memberikan kepuasan hidup, Mengapa? Karena dia mencari akibat dari perjuangan hidup, bukan tujuan hidup. Sukacita adalah konsekuensi tambahan setelah seseorang mencapai tujuan.

Di dalam kehidupan Kristen, kita memiliki tujuan yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu Pribadi Allah. Kita harus berjumpa, mengenal, dan bersekutu dengan Dia. Konsekuensinya adalah keselamatan, kebahagiaan, dan kepenuhan hidup. Tetapi banyak orang mencari konsekuensi. Yang mereka cari adalah kepenuhan hidup, kebahagiaan, dan keselamatan. Mereka tidak peduli dengan siapa Allahnya. Di dalam kekristenan kita diarahkan untuk terlebih dahulu menemukan tujuan, yaitu pribadi Allah yang harus dikenal dan dengan-Nya kita harus bersekutu.

Sama seperti Adam yang mencari buahnya, bukan mencari Allah yang menciptakan semua dan menyediakan kelimpahan baginya. Jika hidup kita hari ini adalah hidup untuk mencari dan mengumpulkan segala sesuatu supaya mendapatkan kebahagiaan dan kepenuhan hidup, maka kita sementara mengarah ke satu arah yang salah. Dan setelah kita memiliki semua itu, suatu saat Tuhan akan membuktikan bahwa semuanya itu sia-sia. Hari ini Yesus mengajak kita untuk keluar dari diri dan menemukan tujuan yang tepat, dan kemudian memperjuangkan tujuan itu.

Segala sesuatu kita kerjakan untuk mencapai hal ini. Maka tadi saya mengatakan bahwa Kekristenan berbicara pertama-tama mengenai tujuan hidup manusia dan Yesus memberikan indikasi bahwa jika kamu mencari sesuatu, jangan cari yang sementara. Yesus berkata bahwa carilah sesuatu yang diberikan oleh Allah yaitu roti yang hidup. Dia mengarahkan kita kepada pribadi Allah yang harus kita kenal di dalam Kristus. Dengan demikian maka Dia berbicara mengenai tujuan yang harus kita capai, yaitu mengenal Allah dan bersekutu dengan Dia dan Dia juga berbicara mengenai bagaimana kita pergi ke sana. Sarananya adalah apa yang Dia berikan kepada kita, yaitu Dia adalah jalannya. Hal ini berbicara pertama-tama mengenai firman. Kita harus bersekutu dengan Kristus, firman yang hidup. Dan melalui hal itu, Dia yang memimpin kita melalui firman yang tertulis. Setelah itu kita bisa bicara mengenai konsekuensi, yaitu kita menikmati keselamatan, kebahagiaan, dan kepuasan hidup. Maka jika kita melihat di dalam ayat 27, Dia sementara mengarahkan manusia kepada apa yang disediakan oleh Allah dan pertama-tama bukan keselamatan, tetapi diri-Nya sendiri sebagai roti hidup. Jika kita harus mencari Allah melalui Kristus, bukankah orang-orang ini sudah melakukan sesuatu yang benar? Di dalam ayat 22-25 mereka mencari Yesus, bahkan mereka mencari Yesus dengan susah payah. Ketika mereka melihat Yesus tidak ada, mereka harus mengambil jalan melalui jalan darat yang memutar mengelilingi danau itu supaya bisa berjumpa dengan Yesus. Mereka melihat Yesus begitu penting sehingga mereka menempuh perjalanan yang panjang untuk berjumpa dengan Yesus Kristus. Sementara yang lain karena mereka ingin untuk mencari Yesus Kristus, maka mereka naik perahu. Mereka yang naik perahu ini berusaha untuk mendapatkan Yesus Kristus. Beberapa penafsir mengatakan bahwa pada saat murid-murid mengalami badai, tidak mungkin danau itu hanya badai lokal di mana murid-murid ada. Tetapi orang-orang yang datang ikut dengan perahu yang lain untuk mendapatkan Yesus Kristus mereka juga kena badai. Bisa kita bayangkan bahwa malam itu ada beberapa yang dihantam badai. Mereka meresikokan waktu dan hidupnya. Mereka bisa tenggelam dan mati pada malam hari itu untuk berjumpa dengan Yesus Kristus. Tetapi orang-orang ini tidak menyerah. Mereka mencari Yesus sampai ketemu sehingga kita sangat sulit untuk mengkritisi mereka. Tetapi Yesus menegur dan mengecam mereka.

Mengapa Yesus bertindak berbeda dengan kita pada umumnya ketika berjumpa dengan orang-orang yang sudah mengorbankan segala sesuatu untuk berjumpa dengan Dia? Yesus mengecam ketiadaan pemahaman dan ketiadaan pengenalan yang benar terhadap Dia. Mereka mencari Yesus karena melihat tanda-tanda yang Yesus kerjakan, tetapi mereka tidak tahu dan tidak paham siapa Yesus Kristus melalui tanda-tanda itu. Jadi yang dipersoalkan oleh Yesus bukan karena mata tidak melihat tanda-tanda, tetapi mata yang melihat tanda-tanda tidaklah cukup. Jika hari ini kita diizinkan oleh Allah untuk melihat mujizat, bahkan kita diberikan kesempatan untuk melakukan mujizat, semua itu tidak cukup. Kita harus sampai pada satu titik, yaitu kita melihat dan mengenal Allah yang ditunjukkan melalui tanda-tanda itu.

Seolah Yesus Kristus tidak peduli tanda-tanda yang tidak kita mengerti. Kita harus mengerti tanda yang Dia kerjakan. Mengapa? Karena Yesus tahu bahwa Alkitab sudah memberi petunjuk kepada orang-orang pada zaman-Nya mengenai segala sesuatu yang Dia kerjakan.

Jika kita tidak tahu tanda karena kurangnya sosialisasi, maka Yesus seolah mengatakan sudah berabad-abad sosialisasi diberikan oleh Allah untuk kita. Misalnya di dalam Kitab Yesaya dikatakan bahwa jika Mesias datang, Dia akan melakukan mujizat-mujizat yang tidak pernah dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya. Sehingga seharusnya jika kita hidup di zaman itu, Alkitab sudah memberikan sosialisasi di dalam Perjanjian Lama dengan begitu jelas mengenai Mesias. Dengan demikian seharusnya orang-orang di zaman itu sudah mengenal siapa Yesus Kristus melalui tanda-tanda itu. Tanda ini berharga, tetapi Dia tidak mengajak  kita untuk mencari tanda-tanda itu. Kita dituntut untuk mengenal Dia melalui tanda-tanda. Yesus mengecam ketiadaan pengenalan yang benar terhadap Allah yang benar. Maka percuma hari ini kita beribadah, percuma kita memberi persembahan, percuma kita melayani, jika tanpa pengenalan terhadap Allah yang benar. Orang-orang ini adalah orang-orang yang telah memberikan segala sesuatu namun mereka tidak kenal kepada siapa mereka memberikan segala sesuatu itu.

Siapa Kristus yang kenal? Siapa Allah yang kita layani? Siapa Allah yang ada di dalam ruangan ini ketika kita beribadah? Siapa Allah yang kita muliakan ketika kita hidup?

Tuhan menuntut kita untuk memiliki pengenalan yang benar terhadap Allah yang benar. Hal ini menentukan arah pencarian kita. tujuan kita adalah mengenal Allah. Maka perjuangan hidup kita adalah mengenal Allah di setiap momen kehidupan kita. Bukan mencari berkat Tuhan, bukan mencari pengalaman-pengalaman spektakuler, tetapi mencari pengenalan yang benar terhadap Allah yang benar berdasarkan firman Allah. Ini adalah satu tuntutan bagi kita untuk memakai waktu dan tenaga kita juga untuk bergumul dengan firman, supaya kita memiliki pengenalan yang benar terhadap Kristus.

Yesus mengecam mereka karena firman sudah begitu jelas dan mereka tidak paham bukan karena firman tidak jelas, tetapi mereka tidak paham karena mereka menuntut firman disesuaikan kepada pikiran mereka. Banyak orang Kristen sulit memahami firman karena mereka minta supaya firman bisa disesuaikan kepada pikiran mereka. Ketika khotbah tidak cocok dengan pikiran mereka, maka mereka menolak khotbah itu. Mereka tidak peduli dengan benar atau tidaknya khotbah itu, tetapi khotbah itu tidak cocok dengan pikiran dan perasaan mereka. Khotbah itu menyinggung perasaannya. Khotbah itu membuatnya marah sehingga mereka menolaknya. Orang tidak lagi peduli akan benar atau tidaknya suatu khotbah, tetapi mereka peduli jika khotbah itu enak didengar. Ketika semua itu tidak sesuai, maka dia akan memilih untuk menolak kebenaran firman.

Orang Yahudi sulit untuk mengenal, memahami, dan menerima keilahian Yesus Kristus karena mereka memiliki standar tentang Mesias dan Yesus tidak mencapai standar itu. Mesias bagi mereka adalah Mesias politik yang akan menegakkan kerajaan Daud secara politis dan Yesus tidak melakukan itu. Mereka sulit menerima Yesus Kristus karena Yesus tidak masuk ke dalam kriteria itu, tetapi mereka tidak menundukkan pikiran dan perasaan kepada kriteria firman. Celakalah Kristen jika demikian. Kita hanya mengulangi apa yang dikerjakan oleh orang-orang Yahudi di dalam zaman kehidupan kita.

Pengenalan yang benar terhadap Allah yang benar diperoleh setelah kita menginvestasikan waktu, tenaga, dan pikiran kita untuk mencari kebenaran firman Allah. Ini adalah masalah yang pertama.

Masalah yang kedua, mereka mencari Yesus karena mereka telah makan roti dan kenyang. Orang-orang ini adalah orang-orang yang sama dengan peristiwa Yesus memberi makan 5000 orang. Yesus langsung menyingkapkan motivasi yang ada di dalam hati. Motivasi kita dalam mengikut Tuhan bisa bermacam-macam. Hari ini Yesus seolah ingin membuat kita sebagai orang Kristen di manapun kita berada, supaya motivasi kita di dalam mengikut Kristus haruslah seragam. Hari ini Tuhan Yesus menunjukkan bahwa motivasi mereka salah. Leon Morris mengatakan bahwa orang banyak mencari Yesus Kristus, bukan digerakkan oleh hati yang penuh cinta kepada Kristus yang mereka kenal. Mereka digerakkan oleh perut yang diisi penuh dengan roti. Yang mereka inginkan bukan pribadi Kristus, tetapi mereka menginginkan roti yang diberikan oleh Yesus Kristus. Ini adalah ciri manusia hari, entah mereka Kristen atau bukan, seringkali perjuangan hidup mereka itu dilakukan demi perutnya. Hari ini kita bekerja dan berjuang untuk hidup. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun jika seluruh segala sesuatu yang kita kerjakan di dalam dunia ini semata-mata hanya untuk mengisi perut kita, maka kita sedang melakukan sebuah kesalahan yang fatal. Kita mengambil banyak sekali resiko supaya perut kita terisi. Kita mengorbankan segala sesuatu supaya kebutuhan-kebutuhan kita ini terisi, termasuk kita beribadah kepada Allah supaya Dia menjawab kebutuhan-kebutuhan kita. Persoalan yang pertama adalah kita menurunkan Tuhan pada level alat atau sarana. Tuhan hanya menjadi sarana untuk mendapatkan apa yang kita ingin. Kedua, kita menurunkan level kita sebagai manusia, gambar dan rupa Allah, pada level binatang. Binatang hidup karena kebutuhan. Mereka digerakkan karena kebutuhan. Mereka bekerja hanya untuk makan. Tetapi jika kita adalah gambar dan rupa Allah, maka Kristus mengarahkan kita untuk mencari sesuatu yang lebih mulia. Dengan demikian kita menempatkan diri pada level sebagai gambar dan rupa Allah yang berelasi dengan Allah yang menjadi tujuan hidup yang utama. Banyak orang pada akhirnya berjuang untuk diri atau perjuangan untuk hal yang sia-sia.

Kecenderungan semua manusia adalah untuk melihat kepada dirinya sendiri. Sadar atau tidak kecenderungan ini berbeda dengan apa yang Allah desain di dalam hidup kita: melihat keluar, bukan melihat ke dalam diri. Sigmund Freud berkata bahwa megalomaniak adalah kecenderungan untuk menjadikan segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta sebagai pelayan bagi diri kita sendiri. Kita menjadikan sesama kita sebagai alat untuk kepuasan diri kita sendiri. Kita mengeksploitasi alam semesta ini, bahkan kita rela menghancurkannya demi memuaskan tapi ketika saudara saya masuk dalam gereja saudara dan saya kemudian akan menjadikan sebagai alam ini memuaskan kebutuhan kita. Tetapi ketika kita masuk ke dalam gereja, bahkan kita menjadikan Allah sebagai alat pemuas kebutuhan kita. kita bukan menjadikan Allah sebagai tujuan, tetapi kita menurunkan Dia pada level alat dan menjadikan Dia semata-mata sebagai sarana untuk mencapai keinginan-keinginan kita.

Orang bisa datang ke gereja untuk mendapatkan kesembuuhan. Orang memberi persembahan untuk mendapatkan kemakmuran. Berapa banyak orang yang memanipulasi dan memutarbalikkan kesaksiannya supaya dia mendapatkan penerimaan di dalam gereja? Spiritualitas yang mengerikan dan kafir inilah yang sekarang dihidupi di dalam gereja. Sadar atau tidak inilah yang dikritisi oleh Yesus Kristus. Mereka mencari Tuhan demi kepentingan mereka. Mereka mencari Kristus, bukan demi Kristus, tetapi sesuatu yang bisa didapatkan dari Kristus. Kristus diperlakukan sebagai alat dan mereka menjadikan diri  mereka sebagai poros dari segala sesuatu karena mereka begitu cinta kepada diri. Spiritualitas apa yang kita hadapi hari ini? Spiritualitas apa yang kita hidupi hari ini? Apakah spiritualitas yang benar yang digerakkan oleh motivasi yang benar?

Ketika Yesus mengkritisi mereka, Yesus memberi petunjuk kepada mereka bahwa ada masalah di dalam pencarian mereka, tetapi sekaligus kalimat ini secara implisit ingin menunjukkan kepada kita bahwa bukan hanya tujuan. Tujuan yang tertinggi adalah Kristus. Maka jika kita cari dia dan ingin berjumpa dengan dia, Yesus menuntut untuk cari Tuhan karena Tuhan. Kita mencari Tuhan bukan karena tertarik kepada sesuatu, tetapi karena kita memang kita sudah kenal Dia. Dan kita harus ingat bahwa jika kita jumpa dengan Tuhan yang sejati, maka kemuliaan dan pesona dari Tuhan yang sejati akan membuat kita mencari Tuhan demi Tuhan semata-mata. Tuhan mau inilah yang ada di dalam hati ketika kita melayani Dia. Kita melayani Tuhan, memberi yang terbaik karena kita sudah mengenal Dia. Tuhan ingin kita tidak berfokus kepada kepentingan kita dan diri kita sendiri, tetapi keluar dan mencari sesuatu yang benar dengan motivasi yang benar karena Tuhan ingin menyelamatkan kita dari pemberhalaan. Dia tidak melarang kita mencari roti. Jika roti adalah sesuatu yang jahat, yang tidak boleh dicari, Dia tidak akan memberikan roti kepada 5000 orang itu.

Bagaimana dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan diri mereka sendiri? Kita adalah gambar dan rupa Allah. Kita adalah ciptaan Allah yang mulia. Diri ini penting, tetapi jangan cari Allah untuk diri, jangan cari Allah untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Jangan cari Allah demi roti. Karena jika kita mencari semua itu maka kita sedang memperlakukan diri dan roti sebagai Allah dan Allah hanya alat untuk mendapatkan roti dan kepentingan diri kita sendiri. Ada banyak motivasi yang tidak murni.

Hal-hal yang baik dapat menggeser perhatian kita dari Tuhan, maka Tuhan sekarang mengarahkan motivasi kita, hati kita semata-mata kepada Dia melalui cinta kepada Dia karena Dia mau melepaskan kita dari pemberhalaan. Dia juga ingin menjadikan kita sebagai orang Kristen yang tangguh. Jika kita mencari Tuhan demi kepentingan kita dan kita mencari Tuhan agar kebutuhan-kebutuhan kita tercukupi, maka ketika Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan, kita akan kecewa dan meninggalkan Dia. Tetapi jika kita mencari Tuhan karena kita mengenal Tuhan dan semata-mata untuk Dia, maka segala sesuatu yang lain itu datang atau tidak, kita akan bertahan bersama-sama dengan Dia. Banyak orang yang kecewa dengan Tuhan karena Dia berharap Tuhan memberikan apa yang dia mau. Kita mencari Tuhan karena maksud yang tersembunyi. Dengan demikian, ketika kita mendapatkannya, kita akan meninggalkan Dia.

Saat ini kita bisa belajar satu hal, yaitu jika kita mencari Dia, jangan mencari Dia karena kita menginginkan sesuatu sebagai kompensasi daripada tindakan mengikut Dia. Ikut Tuhan karena pertama-tama kita kenal Tuhan dan memang cinta kepada Dia. Maka sekarang Tuhan memandu mereka.

Di dalam ayat 27-29, Dia mengoreksi yang salah dan Dia tunjukkan mana yang benar. Sekarang Dia berbicara mengenai kekekalan. Pemberinya jelas, yaitu Anak Manusia. Yesus berkata bahwa mereka memiliki tugas dan tanggung jawab, yaitu mengarahkan hidup bukan untuk mencari hal-hal yang sementara, tetapi carilah sesuatu yang kekal yang disiapkan Allah bagi kita melalui diri-Nya.

Seringkali Yesus berkata bahwa ada dua macam harta: harta yang ada di dalam dunia yang bisa dihabiskan oleh ngengat dan karat, dan harta di surga yang tidak bisa dihabiskan oleh ngengat dan karat. Harta pertama penting untuk hidup kita hari ini, tetapi jika kita memiliki tujuan yang harus kita capai, yaitu harta yang kedua, harta yang di surga. Pertanyaannya harta yang di surga itu apa? Harta di surga yang dimaksud adalah harta yang diberikan oleh Dia. Dan nanti kita akan melihat bahwa yang diberikan oleh Kristus adalah roti hidup, tubuh dan darah-Nya. Sehingga hal ini berbicara mengenai Kristus dan karya-Nya. Jika kita ingin mencari sesuatu, pertama, carilah Allah yang kita kenal dan jumpai di dalam Kristus.

Di dalam Perjanjian Lama ketika Tuhan membagikan harta warisan kepada semua suku Israel, semua dapat kecuali orang Lewi dan Dia mengatakan bahwa warisan mereka adalah diri Allah sendiri. Allah berkata bahwa Dia adalah warisan, Dia adalah harta kekayaan yang paling berharga, dan orang Lewi tidak boleh komplain.

Apakah harta yang paling berharga yang kita cari? Apakah kita puas hari ini dengan mendapatkan Allah di dalam kehidupan dan menikmati persekutuan dengan Allah di dalam kehidupan kita? Tetapi Ketika Yesus berkata bahwa mereka harus mencari sesuatu, Dia memberi petunjuk bahwa ada sesuatu yang kekal yang harus dicari oleh manusia, dan yang pertama yang harus dicari oleh manusia adalah pemberian Allah kepada manusia, yaitu diri-Nya sendiri di dalam Kristus Dia adalah makanan rohani yang disiapkan oleh Allah bagi kita. Allah menyiapkan roti bagi orang Israel sepanjang perjalanan dari Mesir menuju tanah Kanaan. Allah menyiapkan roti bagi mereka. Yesus Kristus adalah roti hidup yang disiapkan dan diserahkan Allah bagi kita supaya kita mendapatkan kekekalan.

Dari perspektif manusia, di dalam Matius 26 Yudas menyerahkan Yesus Kristus kepada imam-imam untuk diadili. Kemudian kita akan menemukan bahwa imam-imam menyerahkan Yesus Kristus kepada Pontius Pilatus mewakili Romawi untuk mengadili Yesus Kristus, dan kemudian Pontius Pilatus menyerahkan Yesus Kristus kepada tentara dan tentara menyalibkan Dia. Ada rantai menyerahkan dari satu manusia kepada manusia yang lain dan puncaknya adalah Yesus Kristus tergantung di atas kayu salib. Tetapi jika kita melihat dari Roma 8, dikatakan bahwa Bapa menyerahkan anak. Jika kita melihat dari perspektif manusia, Yesus ada di kayu salib karena Bapa menyerahkan anak. Jika kita melihat dari perspektif lain, di dalam Yohanes 10 dikatakan bahwa Yesus menyerahkan nyawa-Nya. Jadi, Yesus ada di kayu salib oleh karena ada dua dorongan: dorongan manusia berdosa yang menyerahkan Yesus Kristus dan kemudian Yesus tergantung di salib, tetapi juga ada rencana Allah yang suci yang menyerahkan Yesus Kristus sehingga Dia ada di atas kayu salib. Kesucian Allah dan keberdosaan manusia seolah berjumpa di atas Golgota. Keberdosaan manusia dan kegelapan itu ditelan oleh terang Allah yang ajaib di dalam Kristus.

Kristus yang mengekspresikan cinta kasih Allah inilah yang harus kita kenal dan kita cari. Dia harus menjadi harta yang paling berharga karena Dia adalah pemberian terbaik yang Allah berikan bagi kita. jika kita berbicara mengenai harta yang paling berharga yang Allah berikan bagi kita, itu adalah oknum kedua Allah Tritunggal, Anak Allah yang telah diberikan bagi kita. lalu apa lagi yang kita tuntut dari Tuhan?

Mengapa Yesus berkata bahwa kita tidak perlu mencari yang lain. Kita harus mencari kerajaan Allah dan kita tidak pernah bisa mendapatkan kerajaan Allah tanpa mendapatkan Raja di dalam kerajaan Allah. Allah memberi perintah untuk carilah dahulu kerajaan-Nya. Kita tidak akan pernah bisa mendapatkan kerajaan Allah jika tidak terlebih dahulu berjumpa dengan raja di dalam kerajaan Allah. Tidak mungkin menjadi warga kerajaan Allah jika Raja kerajaan Allah tidak pernah hadir di dalam hati kita. Maka ini adalah harta yang paling berharga yang telah diberikan kepada kita. Jika ada pemberian yang paling berharga yang mau kita berikan kepada orang-orang yang kita kasihi, kita harus perjumpakan mereka dengan harta yang paling berharga di dalam kerajaan Allah, yaitu Raja kerajaan Allah.

Orang-orang ini adalah orang-orang yang tidak pernah berjumpa dan mengenal Yesus dengan benar. Oleh sebab itu Yesus yang mereka cari adalah Yesus yang mereka salibkan. Mereka mendapatkan begitu banyak benefit dari pelayanan-pelayanan Yesus, namun Dia tidak pernah menjadi harta paling berharga di dalam kehidupan mereka. Harta yang paling berharga adalah harta yang akan dilindungi dan dijaga supaya tidak rusak. Jika Yesus Kristus adalah harta yang paling berharga di dalam kehidupan mereka karena mereka sudah kenal Dia, maka mereka akan menyerahkan Dia untuk disalibkan. Mereka melakukan itu karena mereka tidak kenal Dia dan Dia tidak pernah menjadi harta yang paling berharga di dalam kehidupan kita.

Berapa banyak orang yang menyebut diri Kristen, tetapi menjual imannya? Berapa banyak orang yang menyebut diri Kristen lalu kemudian menukarkan Kristus dengan yang lain? Ketika mereka menukar Kristus dengan yang lain, hal itu adalah petunjuk bagi kita: pertama, mereka tidak pernah mengenal siapa Yesus Kristus. Maka di dalam 1 Yohanes 2:18 mengatakan bahwa mereka tidak pernah ada bersama-sama dengan kita di dalam pengenalan yang benar terhadap Allah yang benar. Kedua, mereka tidak pernah memiliki Kristus sebagai milik yang paling berharga di dalam kehidupan mereka. Mengapa Alkitab mengindikasikan bahwa orang yang telah diselamatkan tidak pernah kehilangan keselamatan? Memang ini adalah pekerjaan Allah. Namun cara Allah bekerja adalah dengan memberi Kristus dan memberi pengertian kepada kita bahwa ini adalah milik yang paling berharga, yang tidak akan pernah bisa kita tukar dengan apapun. Apakah Kristus adalah milik yang paling berharga, harta kekal yang saudara dan saya miliki hari ini dan kita terus menerus mencari persekutuan dengan Dia?

Kristus adalah Firman yang hidup. Namun hal kedua yang sedang dibicarakan oleh Yesus Kristus adalah firman yang tertulis. Ini adalah dua hal yang tidak pernah bisa dipisahkan. Jika kita hidup untuk mendapatkan firman yang hidup, maka kita harus berjuang untuk untuk terus menerus mengenal Dia dan bersekutu dengan Dia di dalam firman yang tertulis. Ketika kita mendapatkan Kristus, di sanalah kita menjadi orang yang hidup. Tetapi orang yang hidup harus terus-menerus makan supaya mereka bisa hidup. Maka Kristus dikatakan sebagai roti hidup, roti yang memberikan kehidupan kepada kita. Tetapi berkali-kali Alkitab juga mengatakan bahwa firman (tertulis) adalah roti yang diberikan oleh Allah untuk membuat kita bertahan.

Jika ada sesuatu yang harus kita kejar, maka itu adalah pribadi Allah di dalam Kristus. Tetapi jika ada sesuatu yang lain yang perlu kita kejar, itu adalah firman yang tertulis, yang kita miliki hari ini supaya kita bertahan hidup di dalam keselamatan yang telah Dia anugerahkan. Sudah tidak kenal Yesus mereka juga tidak peduli dengan apa yang Dia ajarkan. Yang mereka inginkan hanya satu, yaitu kebutuhan mereka tercukupi.

Apakah kita mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Tuhan melalui firman Tuhan Ketika akan pergi ke gereja? Jika ini yang kita inginkan, mengapa kita tidak cukup mempersiapkan pikiran kita, mempersiapkan kondisi kita, untuk benar-benar bisa memperoleh pemahaman yang baik terkait dengan kebenaran firman? Ini yang menjadi permasalahan orang Kristen.

Yesus berkata yang harus kita lakukan adalah percaya. Kita berusaha untuk mengenal Kristus dan mencari firman. Tetapi di dalam ayat 29 dikatakan bahwa ini adalah pekerjaan yang dikehendaki oleh Allah. Bukan hanya mencari, tetapi jika kamu sudah menemukan Dia, kita harus percaya kepada Dia. Kita tidak dilarang untuk menguji. Firman Tuhan yang hari ini disampaikan seharusnya kita uji, tidak boleh terima begitu saja. Kita harus menyelidiki kebenaran firman Tuhan dan kemudian uji dengan baik apakah yang dikhotbahkan ini benar atau tidak. Jika salah, maka kita harus menolaknya. Tetapi jika benar, maka kita memiliki kewajiban untuk berjuang untuk lebih mengerti firman dan kemudian menghidupi firman itu. Ini adalah tanda bahwa kita percaya.

Kekristenan tidak meniadakan keraguan. Ketika firman Tuhan disampaikan dan kita ragu, itu adalah sesuatu yang normal. Ketika kita membaca Alkitab lalu kita tidak mengerti dan ragu-ragu, itu adalah sesuatu yang biasa saja. Tetapi ketika kita ragu dan kita telah mendapatkan pengertian, maka tanggung jawab kita selanjutnya adalah percaya. Tidak boleh ada pertanyaan, tidak boleh ada ketegangan dengan Allah. Saya tidak menyingkirkan pemikiran yang kritis. Berpikirlah kritis agar kita memahami bahwa firman Tuhan ini benar atau tidak. Tetapi jika kita menjumpai kebenaran di mimbar ini maupun di tempat lain, seharusnya tidak ada lagi pertanyaan, seharusnya tidak ada lagi keberatan, seharusnya tidak ada lagi ketegangan.

Tanggung jawab yang kita miliki adalah percaya kepada sesuatu yang benar. Ini akan menyelesaikan masalah yang pertama. Kita bukan ingin firman disesuaikan dengan pikiran dan hati kita, tetapi kita menyesuaikan pikiran dan hati kita dengan mencari Tuhan. Menyesuaikan pikiran dan hati kita dengan firman dan kemudian mencari firman dan mempercayai firman yang hidup dan tertulis itu. Jika itu sebuah pemahaman yang benar yang diberikan dan dibangun berdasarkan kebenaran firman Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – YC)